Cara Hakim Buktikan Sambo Pakai Sarung Tangan Hitam Ikut Tembak Mati Brigadir J

Majelis hakim menguatkan keyakinan mereka atas bukti postfactum.

Republika/Thoudy Badai
Terdakwa Ferdy Sambo saat menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono

Baca Juga


Ferdy Sambo, sampai dengan majelis hakim menjatuhkan pidana mati terhadapnya, Senin (13/2/2023), tak sudi mengaku, turut menembak mati Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J). Mantan Kadiv Propam Polri itu hanya pernah mengaku memerintahkan ajudannya Bharada Richard Eliezer (RE) ‘menghabisi’ Brigadir J di Duren Tiga 46 Jakarat Selatan (Jaskel). Pun pengakuan pecatan jenderal polisi bintang dua itu, dikatakan dia, bukan "tembak". Melainkan hanya "hajar".

Namun majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dalam putusannya berkeyakinan, Sambo bukan cuma merencanakan pembunuhan Brigadir J. Tetapi juga turut-serta menjadi eksekutor, pelaku perampasan nyawa pengawal isterinya, Putri Candrawathi itu di Duren Tiga 46, Jumat (8/7/2022).

Perintah ‘hajar’ dalam pembelaan Sambo itu, pun disebut hakim sebagai pembualan. Keyakinan para 'wakil tuhan' di pengadilan mengatakan, Sambo memerintahkan Richard membunuh Brigadir J dengan kalimat, "woy tembak, kau tembak cepat, kau tembak".

“Majelis hakim meragukan keterangan terdakwa Ferdy Sambo yang hanya menyuruh Richard Eliezer untuk mem-back-up atau perintah "hajar Cad" pada saat itu. Karena menurut majelis hakim, hal itu, merupakan bantahan omong kosong belaka dari terdakwa (Sambo),” kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso saat membacakan vonis dan putusan Sambo di PN Jaksel, Senin (13/2/2023) lalu.

Lalu bagaimana cara majelis hakim membuktikan Sambo yang turut menembak Brigadir J sampai mati? Bahkan, disebutkan hakim dalam putusannya terbukti kuat Sambo menembak Brigadir J sambil mengenakan sarung tangan hitam.

Hakim juga menemukan senjata api yang digunakan Sambo dalam menghabisi nyawa Brigadir J. Hakim menerangkan, selama ini kesulitan membuktikan Sambo menggunakan sarung tangan hitam dalam turut-serta menembak Brigadir J karena hanya berdasarkan pembuktian antefactum. Atau pembuktian sebelum kejadian yang hanya mengacu pada keterangan saksi-saksi. Juga cuma pengakuan dari pelaku.

Seperti pengakuan Richard yang menyebutkan Sambo mengenakan sarung tangan hitam saat menembak Brigadir J sebanyak dua kali menggunakan Glock-17. Serta kesaksian Adzan Romer (ajudan) yang menyebutkan Sambo saat turun dari mobil, sebelum masuk ke rumah jagal, dan keluar setelah terjadi pembunuhan, masih mengenakan sarung tangan karet hitam. Pengakuan pelaku, dan saksi tersebut, diakui hakim menimbulkan pembuktian yang sulit di pengadilan.

“Kesesuaian alat bukti sering kali terjadi hanya dikaitkan pada hal-hal yang bersifat antefactum dengan menafikan apakah postfactum-nya masih berjalan sesuai dengan alur pembuktian yang ingin dicapai atau tidak. Sehingga mengakibatkan pembuktian itu menjadi tidak berimbang,” menurut hakim.

Dalam pembuktian postfactum, hakim melihat adanya kesesuaian alat-alat bukti pascakejadian. Alat bukti pascapembunuhan tersebut yang meyakinkan hakim bahwa Sambo juga turut menembak Brigadir J menggunakan pistol Glock-17 Austria NUM135. Sambo juga terbukti mengenakan sarung tangan hitam merk Shamrock yang sudah disiapkan olehnya.

Hakim menjelaskan dalam putusannya, hasil autopsi jenazah Brigadir J 14 Juli 2022 ditemukan tujuh luka tembak masuk. Enam luka tembak keluar. Luka tembak masuk di kepala sisi belakang, di bagian kelopak mata, tangan kanan bagian luar, bagian bibir bawah sisi kiri, bagian pundak kanan, pergelangan kiri sisi kanan, dan di bagian jari manis tangan kiri sisi dalam.

Luka keluar, ada di bagian hidung, bagian kelopak mata, leher bagian sisi kanan, lengan kanan atas sisi luar, pergelangan tangan sisi depan, dan jari manis tangan kiri. Hasil autopsi menemukan satu peluru bersarang di bagian dada di sisi kanan.

Dari tujuh luka tembak masuk, kata hakim, ada dua yang fatal. Luka tembak pada dada sisi kiri, dan kepala bagian belakang sisi kiri.

“Dengan demikian logika yang terbangun dari hal tersebut adalah, jumlah tembakan yang mengenai sasaran diri korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat sebanyak tujuh kali tembakan,” kata hakim.

Baca juga : Dukungan Eliezer Kembali ke Jadi Polisi dan Konsekuensinya Bagi Polri Menurut Ahli

Richard, kata hakim, dari penyidikan, sampai di pengadilan mengaku, dirinya sebagai penembak pembuka. Menurut hakim, Richard mengaku menembak tiga sampai empat kali menggunakan pistol Glock-17 MPY851 kaliber 9 mm. Magasin Glock Richard normalnya berisikan 17 butir amunisi penuh.

 

 

Tetapi, hakim mengutip kesaksian ahli persenjataan dan balistik yang menyebutkan pengguna Glock-17 jarang mengisi penuh magasin. Hakim juga menebalkan pengakuan Richard yang tak tahu arah tembakannya mengenai tubuh Brigadi J bagian mana. Dari alat bukti senjata api pegangan Richard yang disita terdapat sisa peluru sebanyak 12 butir. Itu terdiri dari 6 butir amunisi dengan merk PIN 9CA; 5 butir peluru S&B 9x19.20; dan 1 butir peluru tajam Lugger Z7 9mm. 

“Sehingga dengan jumlah tujuh perkenaan pada tubuh korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat, maka apabila maksimal senjata Glock 17 milik Richard Eliezer adalah 17 butir peluru, dan dalam praktiknya tidak pernah diisi penuh, maka dapat disimpulkan ada dua atau tiga perkenaan tembakan yang bukan merupakan perbuatan Richard Eliezer,” kata hakim.

Menurut hakim, ahli senjata dan balistik yang memeriksa alat-alat bukti senjata dan peluru, menerima dua jenis senjata api dari Polres Jaksel. Yakni, GLock-17 MPY851 dan HS 233001 kaliber 9 mm.

Senjata HS diketahui milik kedinasan Brigadir J. Senjata HS tersebut sebelum pembunuhan dalam penguasaan Sambo sejak dari rumah di Saguling III menuju rumah Duren Tiga 46.

Baca juga : Buat Konten Esemka Goib, Akun Instagram Revy Vamella Diserbu Warganet

Pistol tersebut terjatuh dari tangan Sambo ketika hendak masuk ke dalam rumah jagal. Pistol HS itu juga Sambo akui digunakan dalam memanipulasi peristiwa pembunuhan Brigadir J menjadi tembak-menembak antara Richard dan Brigadir J.

Yaitu dalam pengakuan Sambo, kata hakim, menggunakan pistol tersebut untuk menembak ke arah dinding atas televisi sebanyak lebih dari tiga kali. Dan Sambo juga mengaku, dikatakan hakim, menggenggamkan pistol HS tersebut ke tangan kanan Brigadir J yang sudah telungkup tewas dihajar peluru.

Lalu menembakkan senjata HS itu ke arah dinding tangga lebih dari lima kali. Dari total seluruh peristiwa itu, ahli balistik menerima alat bukti lain. Berupa tiga proyektil peluru yang identik dengan senjata HS. Dan satu proyektil lain yang berasal dari senjata Glock-17 MPY851 milik Richard. Serta, delapan selongsong peluru yang berasal dari pistol Glock-17.

Akan tetapi, dari delapan selongsong peluru yang diperiksa tersebut, ada sekitar tiga atau empat yang tak cocok dari alur laras Glock-17 MPY851 milik Richard. “Dari keterangan ahli balistik dan persenjataan diketahui bahwa ahli hanya membandingkan dua buah senjata Glock-17 MPY851 dan HS. Dan apabila melihat dari jumlah selongsong peuru yang ahli bandingkan maka, ada sekitar 3 atau 4 selongsong peluru dari jenis Glock-17 yang tidak bertuan. Atau dalam istilah ahli, tidak diketahui dari mana asalnya,” kata hakim.

Baca juga : Dibuka Maret 2023, Ini Syarat Daftar Mudik Motor Gratis Pakai KA

Namun, jejak selongsong peluru tak bertuan itu terungkap di persidangan melalui alat bukti tambahan. Menurut hakim, dari ketetapan sita PN Jaksel 12 September 2022 diketahui, adanya senjata api jenis Glock-17 Austria 9x19 mm NUM135 yang berasal dari hasil penggeledahan di rumah Sambo, dan Putri, di Saguling III 29 Jaksel.

Dan dari penyitaan tersebut, juga ditemukan magasin Glock-17 berisikan peluru tajam aktif 9 mm berwarna perak, bermerk Lugger Z7 9mm. Peluru merk Lugger Z7 9 mm itu identik sama dengan beberapa jenis peluru sisa yang ada di dalam magasin Glock-17 Richard. Di persidangan juga diketahui pengakuan Richard yang mengatakan, diperintah untuk mengisi senjatanya dengan peluru pembiaran dari Sambo.  

Menurut hakim, senjata api Glock-17 Autria NUM135 yang disita pengadilan dari Saguling III 29 tersebut, diyakini sebagai pistol yang juga digunakan dalam pembunuhan Brigadir J di Duren Tiga 46. Keyakinan hakim tersebut semakin kuat dengan kesaksian anggota Polres Jaksel Rifaizal Samual, penyidik kriminal umum, yang paling awal-awal melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di Duren Tiga 46, pada Jumat (8/7/2022) petang-malam.

Dalam kesaksiannya itu, kata hakim, AKP Rifaizal menyampaikan di persidangan, melihat Sambo saat itu berpakaian dinas kepolisian, lengkap dengan senjata di dalam holster di pinggang kanan. 

“Bahwa terdakwa pada saat di tempat kejadian perkara (TKP) diketahui membawa senjata api di piggang kanannnya. Terdakwa memiliki satu pucuk senjata api jenis GLock-17 Autria dengan nomor seri NUM135. Dan dalam magasin di antaranya terpat 5 butir peluru tajam warna siver merk Lugger 9 mm. Dalam magasin senjata api Glokc milik Richard Eliezer yang digunakan untuk meembak Nofriansyah Yoshua Hutabarat menyisakan 12 butir peluru. Stelah dilakukan pemeriksaan headstamp diketahui, 6 butir peluru adalah bermerk PIN9CA. 5 butir peluru bermerk 9SNB 9x19.20. Dan 1 butir peluru bermerk Lugger Z7 9mm. Dan peluru merk Lugger 9 mm identik sama dengan peluru yang dimiliki oleh terdakwa Ferdy Sambo pada saat dilakukan penyitaan,” kata hakim.

 

In Picture: Ekspresi Orang Tua Brigadir J Usai Putri Candrawathi Divonis 20 Tahun Penjara

 

 

Lalu soal Sambo mengenakan sarung tangan hitam, pun hakim menguatkan keyakinannya atas bukti postfactum. Berupa temuan dari hasil penggeledahan 19 Juli 2022 di lantai-1 rumah Saguling II 29.

Dari penggeledahan tersebut, ditemukan alat bukti yang disahkan pengadilan berupa tiga boks sarung tangan merk Shamrock warna hitam. Di antaranya, satu buah boks sarung tangan merk Shamrock warna hitam yang sudah terbuka, 1 buah boks sarung tangan merk Shamrock yang sudah kosong, dan satu buah boks sarung tangan merk Shamrock yang masih baru, atau belum terbuka.

“Yang menunjukkan bahwa terdakwa Ferdy Sambo memiliki ketersediaan sarung tangan warna hitam di rumahnya,” begitu kata hakim.

Pengenaan sarung tangan hitam ini semakin tak terbantahkan. Karena, hakim mengaitkan dengan penggunaan senjata HS233001 milik Brigadir J yang dalam penguasaan Sambo saat hari pembunuhan.

Majelis hakim mengutip pengakuan Sambo sendiri atas aksinya yang menggunakan senjata HS tersebut untuk menembak tembok dinding anak tangga dan di atas televisi. Sambo mengatakan itu sebagai usahanya dalam melakukan manipulasi kejadian kematian Brigadir J karena tembak menembak.

Menurut hakim, jika Sambo mengaku menggunakan senjata HS milik Brigadir J itu, tentu saja akan meninggalkan jejak DNA pada pistol tersebut. Hakim lalu mengutip ahli DNA yang menyimpulkan jejak DNA pasti tertinggal pada setiap benda yang dipegang.

“Ahli mengatakan, secara teori jika senjata HS tersebut disentuh, akan meninggalkan DNA. DNA tersebut diperoleh dari sel-sel mati dari tangan, maupun keringat,” kata hakim.

Namun, jejak DNA tersebut dapat diantisipasi jika sebelum memegang senjata itu, digunakan sarung tangan. “Penggunaan sarung tangan dapat mencegah DNA tertinggal dalam barang, atau senjata yang dipegang, agar DNA tidak tertinggal,” begitu kata hakim mengutip penjelasan ahli.

 

 
"Majelis hakim memperoleh keyakinan yang cukup bahwa terdakwa Ferdy Sambo telah melakuan penembakan terhadap korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat, dengan menggunakan senjata api jenis Glock-17 Austria dengan nomor seri NUM135, yang pada waktu itu dilakukan oleh terdakwa Ferdy Sambo dengan memakai sarung tangan warna hitam,” kata hakim.

 

 

Akan tetapi dari hasil identifikasi DNA pada pistol HS, hanya diketahui pertinggalan jejak DNA-nya utuh berasal dari Brigadir J, tanpa ada rekam DNA tertinggal milik orang lain. “Dari keterangan ahli ini, dapat diketahui, bahwa menggunakan sarung tangan dapat mencegah DNA tertinggal. Dan ternyata dari keterangan terdakwa Ferdy Sambo, meskipun melakukan penembakan dengan senjata HS milik korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat ke arah tembok-dinding. Akan tetapi pada senjata HS hanya teridentifikasi DNA milik Brigadir J,” demikian kata hakim, menguatkan penggunaan sarung tangan itu.

Atas kesimpulan tersebut, dalam penjelasan putusan, majelis hakim menyatakan keyakinannya bahwa Sambo, bukan cuma sudah merencanakan pembunuhan Brigadir J. Sambo juga diyakini majelis hakim memberikan perintah kepada Richard untuk merampas nyawa Brigadir J, dan juga menjadi eksekutor penutup penembakan Brigadir J.

"Majelis hakim memperoleh keyakinan yang cukup bahwa terdakwa Ferdy Sambo telah melakuan penembakan terhadap korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat, dengan menggunakan senjata api jenis Glock-17 Austria dengan nomor seri NUM135, yang pada waktu itu dilakukan oleh terdakwa Ferdy Sambo dengan memakai sarung tangan warna hitam,” kata hakim.

Atas pembuktian tersebut, majelis hakim menguatkan vonis bersalah terhadap Sambo melakukan pembunuhan berencana. Dengan putusan bersalah itu, majelis hakim menghukum Sambo dengan pidana mati.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana mati," kata Hakim Wahyu.

Putusan majelis, bulat-mufakat disetujui tanpa dissenting opinion dari anggota majelis hakim lainnya. Yakni, hakim Morgan Simanjuntak, dan hakim Alimin Ribut Sudjono.

Hukuman terhadap Sambo ini lebih tajam dari tuntutan jaksa yang meminta hakim menghukum penjara selama seumur hidup. Hukuman mati terhadap Sambo ini, pun paling berat dari terdakwa lainnya.

Majelis hakim menghukum terdakwa Putri Candrawathi dengan pidana penjara seumur hidup. Terdakwa Bripka Ricky Rizal (RR) dihukum pidana 13 tahun. Terdakwa Kuat Maruf dihukum 15 tahun. Satu terdakwa yang dihukum paling ringan, yakni Bharada Ricahrd Eliezer (RE) yang diganjar pidana 1 tahun 6 bulan.

Meskipun jaksa menuntut Richard dengan pidana 12 tahun penjara, tapi majelis hakim mengabulkan permohonan Richard sebagai justice collaborator atau saksi-pelaku yang bekerjasama mengungkap kasus pembunuhan berencana Brigadir J itu. Jaksa menerima putusan ringan tersebut. Pun Richard, tak juga melawan.

Sementara empat terdakwa lainnya, pada Selasa (14/2/2023), dan Rabu (15/2/2023) menyatakan banding atas vonis dan hukuman dari peradilan tingkat pertama itu.

“Sesuai dengan data di SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara) para terdakwa pembunuhan berencana almarhum Yoshua Hutabarat (Brigadir J) menyatakan banding atas putusan majelis hakim PN Jakarta Selatan,” kata Pejabat Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Djuyamto kepada wartawan lewat pesan singkat, di Jakarta, Kamis (16/2/2023).

“Tiga terdakwa yang mengajukan banding tertanggal 16 Februari 2023, adalah FS, PC, dan RR,” begitu sambung Djuyamto.

Menanggapi perlawanan hukum empat terdakwa tersebut, Kejaksaan Agung (Kejagung), Jumat (17/2/2023) pun menyatakan banding. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, banding ajuan jaksa ini sebetulnya strategi bagi kejaksaan agar tetap dapat melawan upaya hukum serupa yang diajukan empat terdakwa itu di pengadilan tinggi.

Karena menurut Ketut, jika jaksa tak mengambil hak banding, dan pengadilan tinggi mengabulkan upaya hukum empat terdakwa, tim penuntutan tak dapat melakukan langkah hukum lanjutan sampai ke tingkat peradilan lebih tinggi di level Mahkamah Agung (MA). “Upaya hukum banding yang diajukan jaksa ini, agar tidak kehilangan hak untuk melakukan upaya hukum yang berikutnya,” kata Ketut.

 

Masyarakat Nilai Sambo Pantas Dihukum Mati - (infografis republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler