DPR Minta Mendikbudristek Serius Bahas Anggaran

Rincian RKP menjadi salah satu hal krusial dalam pembahasan anggaran.

DPR
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, meminta Mendikbud Nadiem Anwar Makarim, untuk lebih serius dalam membahas anggaran bersama DPR. (ilustrasi).
Rep: Ronggo Astungkoro Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, meminta Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, untuk lebih serius dalam membahas anggaran bersama Komisi X DPR RI. Sebab, Nadiem belum membuat perincian Rencana Kerja Pemerintah (RKP) saat rapat kerja bersama Komisi X DPR untuk membahas RKA-K/L & RKP TA 2024 beberapa waktu lalu.

Baca Juga


“Menteri belum membuat perincian RKP-nya. Bagaimana mengelola sektor pendidikan yang punya bagian anggaran 20 persen APBN, tapi tidak ada RKP-nya,” ujar Fikri lewat keterangannya, Rabu (7/6/2023).

Perincian RKP menjadi salah satu hal krusial dalam pembahasan anggaran karena akan memengaruhi penentuan prioritas program kerja dan potensi implementasi kerja pada tahun mendatang. Sebab itu, dia menilai, belum tersampaikannya dokumen RKP kepada Komisi X DPR menunjukan ketidakseriusan Kemendikbudristek.

Di sisi lain, Fikri juga mempertanyakan sistem kerja di eselon I hingga jajaran di bawahnya yang tidak punya rencana kerja yang jelas. Selain itu, dia juga melontarkan kritik keras terkait banyaknya pejabat utama di Kemendikbudristek yang masih berstatus pelaksana tugas (Plt). “Padahal pejabat Plt dilarang membuat keputusan strategis,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera itu. 

Dia mencatat, setidaknya ada 15 orang pejabat yang masih menyandang Plt di lingkungan Kemenristekdikti. Mereka terdiri atas satu pejabat direktur jenderal (dirjen), dua pejabat sekretaris ditjen, tujuh pejabat direktur, tiga pejabat kepala pusat, dan dua orang pejabat kepala biro. 

Fikri menambahkan dengan mengutip Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Dia mana di sana terdapat bunyi, “Berdasarkan perundangan, plt merupakan pengganti pejabat definitif yang berhalangan tetap dalam rangka melaksanakan tugas rutin sesuai kewenangannya.”

Diketahui, dalam pasal 14 ayat (7) UU tersebut, pejabat Plt tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran. Kemudian, pada penjelasan pasal tersebut juga secara terang menyebutkan mengenai keputusan atau tindakan yang bersifat strategis.

“Yang dimaksud dengan keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis adalah keputusan dan/atau tindakan yang memiliki dampak besar seperti penetapan perubahan rencana strategis dan rencana kerja pemerintah,” kata Fikri.

Atas dasar itu, dia pun mempertanyakan aspek legal RKP yang sudah maupun sedang disusun dan kemudian dibahas bersama Komisi X DPR RI. Sebab, kata dia, pembahasan tersebut akan percuma dilakukan apabila dalam pembuatannya tidaklah legal.

Selain itu, masa bakti seorang pejabat Plt juga dibatasi maksimal enam bulan. “PNS yang ditunjuk bertugas selama tiga bulan, dan dapat diperpanjang maksimal tiga bulan berikutnya,” ujar Fikri mengutip Surat Edaran Kepala BKN RI Nomor 2/SE/VII/2019 tentang kewenangan pelaksana harian dan pelaksana tugas dalam aspek kepegawaian.

Oleh karena itu, Fikri mendesak kepada mendikbudristek dan jajarannya agar segera menyelesaikan masalah RKP dan legalitas Plt di institusinya tersebut. “Masalah ini jangan sampai menghambat proses kerja pemerintah yang bisa berdampak luas pada publik,” kata dia menjelaskan.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler