Palestina Suarakan Keprihatinan Atas Operasi Militer Israel di Rafah

Setiap operasi militer di Rafah berarti melakukan pembantaian baru.

EPA-EFE/HAITHAM IMAD
Warga Palestina melaksanakan salat Jumat pertama selama bulan suci Ramadhan di samping reruntuhan masjid yang dihancurkan sebelumnya akibat serangan Israel di Rafah, Jalur Gaza selatan, 15 Maret 2024.
Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Palestina pada Jumat (15/3/2024) menyuarakan keprihatinan atas keputusan Israel untuk melakukan operasi militer di Kota Rafah, Jalur Gaza Selatan. Palestina memperingatkan bahwa hal itu dapat menyebabkan suatu gelombang pembantaian baru dan pengungsian lebih lanjut.

Baca Juga


"Setiap operasi militer di Rafah berarti melakukan pembantaian baru dan melanjutkan kejahatan pengusiran terhadap rakyat kami," kata pihak Kepresidenan Palestina, seperti dikutip kantor berita Wafa.

Pernyataan tersebut menyerukan intervensi segera dari Amerika Serikat dan masyarakat internasional untuk mencegah agresi yang memperburuk penderitaan rakyat Palestina di Jalur Gaza. Israel pada Jumat menyetujui rencana untuk operasi militer di Rafah.

"Perdana Menteri Israel Netanyahu menyetujui rencana operasi militer di Rafah, dan tentara (Israel) secara operasional mempersiapkannya dan mengevakuasi penduduk," kata kantor Netanyahu dalam sebuah pernyataan tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

Sejumlah negara telah mengingatkan Israel untuk tidak melakukan operasi militer di Rafah, yang menampung lebih dari 1,4 juta warga Palestina.

Israel melancarkan serangan militer mematikan di Jalur Gaza sejak serangan lintas batas yang dilakukan oleh kelompok Hamas Palestina pada 7 Oktober, yang menewaskan hampir 1.200 orang.

Sejak saat itu, sedikitnya 31.490 warga Palestina, yang sebagian besar perempuan dan anak-anak, telah tewas di Gaza, dan 73.439 lainnya luka-luka di tengah kehancuran massal dan kelangkaan bahan kebutuhan pokok.

Israel juga memberlakukan blokade yang melumpuhkan di daerah kantong Palestina tersebut hingga menyebabkan penduduknya, khususnya warga Gaza utara, berada di ambang kelaparan.

Perang Israel telah memaksa 85 persen penduduk Gaza menjadi pengungsi di tengah blokade yang melumpuhkan akses terhadap sebagian besar makanan, air bersih dan obat-obatan, sementara 60 persen infrastruktur daerah kantong tersebut telah rusak atau hancur, menurut PBB.

Israel dituding melakukan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ). Putusan sementara ICJ pada Januari memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan aksi genosida dan mengambil langkah untuk memastikan bahwa bantuan kemanusiaan dapat disalurkan kepada warga sipil di Gaza.

 

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler