Setuju TNI Diperbolehkan Berbisnis, KSAD Sebut Banyak Anggotanya Jadi Driver Ojek Online

"Dua tiga jam ngojek kan lumayan," kata Maruli.

Republika.co.id
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Maruli Simanjuntak menyarankan agar TNI diperbolehkan berbisnis karena saat ini banyak anggota TNI yang membutuhkan pendapatan sampingan dengan menjadi ojek daring (online). Selama tidak mengganggu pekerjaan utamanya sebagai prajurit, Maruli menyarankan hal itu tidak dilarang karena saat ini kebutuhan ekonomi para prajurit TNI tidak sedikit, salah satunya kebutuhan biaya pendidikan bagi anak-anaknya.

"Ya sudahlah, yang penting hadir (bertugas TNI), kerja baik. Dua tiga jam ngojek kan lumayan," kata Maruli usai memimpin kegiatan penerimaan perwira karir di Mabes TNI AD, Jakarta, Senin (22/7/2024).

Walaupun begitu, menurut Maruli, anggota-anggota yang berbisnis tersebut harus tetap mengikuti apel pagi dan apel petang. Jika tidak maka atasannya akan memarahi yang bersangkutan.

"Ada apel pagi kita, silakan lihat. Satu orang hilang saja ketahuan itu, nggak mungkin izin ngojek," katanya.

Saat ini DPR RI dan pemerintah sedang menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang TNI. Mengenai usulan TNI boleh berbisnis, menurut Maruli, harus dibahas soal poin-poin pembatasan dalam hal berbisnis tersebut.

Baca Juga


Namun, jika nantinya dalam undang-undang tetap tidak diperbolehkan, Maruli memastikan TNI AD bakal mematuhi aturan tersebut. Selain itu, Maruli juga memastikan institusinya tidak akan menoleransi jika ada anggota TNI yang berbisnis ilegal.

"Kalau bisa dibikin koridor ya, kita kerjakan. Kalau memang UU-nya mengatakan tidak boleh ya sudah tidak usah berbisnis," kata Maruli.

TNI AU Diperkuat Lima Unit Pesawat C-130J Super Hercules - (Republika.co.id)

Pekan lalu, Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) RI mengakui membahas usul menghapus pasal yang melarang TNI untuk menjalankan bisnis dalam UU TNI Nomor 34 Tahun 2004. Menteri koordinator politik hukum dan keamanan Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto ketika ditemui di Jakarta Utara, Rabu pekan lalu, menjelaskan pembahasan itu dilakukan jajaran Kemenko Polhukam dalam rangka Daftar Intervensi Masalah (DIM) RUU TNI.

"Ya ini kan masih dalam proses ya, kita utamanya untuk TNI adalah Pasal 47 dan 53, namun terkait dengan kegiatan bisnis, ini masih terus dalam pembahasan," kata Hadi.

Untuk diketahui, dua pasal yang disebut Hadi yakni soal perpanjangan masa jabatan dan penempatan personel TNI di jabatan publik. Menurut Hadi, seluruh pihak berhak memberikan masukan kepadanya demi memastikan RUU TNI tepat untuk kebutuhan masyarakat.

Pihak dari unsur TNI pun memiliki hak untuk mengusulkan jika dirasa undang-undang tersebut tidak relevan dengan situasi zaman saat ini.

"Karena sudah 20 tahun UU TNI berjalan, dan kita harus menyesuaikan dengan kebutuhan kekinian," kata Hadi.

Karenanya, dia memastikan seluruh masukan, termasuk penghapus larangan berbisnis, akan dipertimbangkan dengan matang. Hadi juga akan mendengarkan pendapat dari ahli hingga akademisi dalam proses DIM RUU TNI sebelum diserahkan ke parlemen.

"Ya memang DIM sampai bulan Agustus (selesai)," kata Hadi.

Sebelumnya, pihak TNI diketahui mengusulkan kepada Kemenko Polhukam untuk menghapus larangan anggota TNI membuka usaha yang tercantum pada Pasal 39 huruf C dalam UU TNI Nomor 34 Tahun 2004. Usul tersebut disampaikan salah satu anggota TNI dalam forum diskusi yang disediakan Kemenko Polhukam untuk membahas RUU TNI di Jakarta Pusat pada Kamis (11/7/2024).

Usulan tersebut kemudian memicu beragam respons dari kalangan masyarakat dari mulai pengamat hingga akademisi. Dalam pasal 39 UU TNI 2004 dijelaskan beberapa hal larangan yang diperuntukkan untuk anggota TNI diantaranya dilarang menjadi anggota partai politik, dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis, dilarang terlibat dalam kegiatan bisnis dan terakhir dilarang terlibat dalam kegiatan yang bertujuan untuk dipilih sebagai anggota legislatif ataupun jabatan lain yang bersifat politis.  

Kepala Staf Kepresidenan Jenderal Purn. Moeldoko menyatakan bahwa pihaknya tidak setuju anggota TNI menjalankan bisnis karena TNI harus bersikap profesional dalam pekerjaannya. Mantan Panglima TNI tersebut menilai anggota TNI tidak boleh bergeser dari bidang pekerjaannya untuk beralih menjalankan bisnis.

"Saya secara pribadi tidak setuju TNI boleh bisnis. La nanti gimana urusan kerjaannya? TNI profesional. Jangan bergeser dari itu. Enggak ada lagi yang bergeser dari itu," kata Moeldoko saat memberikan keterangan pers di Gedung Bina Graha, Kantor Staf Presiden Jakarta, Senin (22/7/2024).

Moeldoko menjelaskan bahwa sebelumnya TNI memang memiliki lembaga yayasan. Lembaga yayasan tersebut, kata Moeldoko, cenderung sebagai media berbisnis. Namun, saat ini sudah tidak ada lagi lembaga yayasan di TNI.

"Kalau dahulu, TNI memiliki yayasan. Akhirnya lembaga-lembaga yayasan yang cenderung untuk alat bisnis sudah tidak ada lagi di TNI," kata Moeldoko.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler