Anak-Anak Pun Terjerat Judi Online, Ini Data Angka Fantastis Transaksi yang Diungkap PPATK

"Kami temukan luar biasa banyak transaksi yang terkait dengan anak-anak," kata Ivan.

Republika/Prayogi.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan, bahwa sebanyak 191.380 anak berusia 17-19 tahun terjerat judi online. Angkanya mencapai 2,1 juta transaksi dengan nilai mencapai Rp282 miliar.

Baca Juga


"Kami menemukan luar biasa banyak transaksi yang terkait dengan anak-anak yang melakukan judi online," kata Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers di Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jakarta, Jumat (26/7/2024).

Selain itu, sebanyak 1.160 anak berumur kurang dari 11 tahun melakukan 22 ribu transaksi judi online dengan nilai sedikitnya Rp3 miliar. Sementara ada 4.514 anak usia 11-16 tahun yang melakukan 45 ribu transaksi judi online dengan nilai Rp7,9 miliar.

"Semua itu anak-anak sekolah, anak-anak yang sedang menimba ilmu ataupun yang sedang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin masa depan Indonesia," kata Ivan Yustiavandana.

Ivan menyebutkan secara keseluruhan terdapat 197.054 anak dari usia kurang dari 11-19 tahun yang melakukan deposit judi online senilai Rp293,4 miliar dan 2,2 juta transaksi. Ivan mengatakan permasalahan ini harus ditangani bersama.

Untuk itu, PPATK bersama KPAI melakukan penandatanganan nota kesepahaman sebagai wujud komitmen dan kolaborasi terhadap perlindungan anak dalam konteks kejahatan pencucian uang yang melibatkan anak. Penandatanganan dilakukan Ketua KPAI Ai Maryati Solihah dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di Kantor KPAI, Jakarta, Jumat.

"Kerja sama ini merupakan langkah penting dalam melindungi anak-anak Indonesia dan manipulasi untuk keuntungan finansial," ujar Ai Maryati.

Judi online lintas daerah dan profesi. - (Republika)

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyatakan bahwa Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Perjudian Daring setelah satu bulan lebih bertugas berhasil menekan hingga 50 persen akses ke sarana judi online di Indonesia.

"Sesuai data dari PPATK di 2024 intervensi Satgas telah berhasil menurunkan 50 persen akses masyarakat terhadap judi online dan menurunkan sejumlah dalam nominal Rp34,49 triliun deposit masyarakat pada situs judi online," kata Budi dalam acara Sosialisasi Pencegahan Aktivitas Perjudian di lingkungan Kementerian Kominfo di Jakarta, Kamis (25/7/2024).

Budi menjelaskan bahwa sebagai bagian dari Satgas, Kementerian Komunikasi dan Informatika antara lain melakukan moderasi konten, pemutusan akses terhadap konten-konten bermuatan judi online, dan melakukan sosialisasi pencegahan judi online lewat kegiatan peningkatan literasi digital. Kementerian Komunikasi dan Informatika dari 17 Juli 2023 hingga 23 Juli 2024 telah mengajukan pemblokiran 573 akun e-wallet terkait judi online kepada Bank Indonesia.

Selama kurun itu, pemerintah telah memutus akses terhadap 23.616 konten terkait judi dari sisipan halaman situs web lembaga pemerintah serta menangani 22.205 konten terkait judi dari akses sisipan di halaman situs web lembaga. Di samping itu, pemerintah telah menyampaikan pengajuan penanganan total total 20.595 kata kunci terkait judi online kepada Google dari November 2023 sampai Juli 2024.

Selama periode 15 Desember 2023 sampai 23 Juli 2024, Kementerian Komunikasi dan Informatika juga menemukan 3.961 kata kunci terkait judi online di platform Meta. Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengajukan pemblokiran 6.199 rekening bank terkait judi online kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dari September 2023 hingga 23 Juli 2024.

"Jika intervensi-intervensi tersebut dapat diperkuat, maka penurunan akses pada masuknya situs judi online dapat mencapai 80 persen, serta menurunkan jumlah deposit masyarakat pada situs judi online hingga Rp45,79 triliun," kata Budi.

Kementerian Komunikasi dan Informatika akan terus menjalankan upaya pencegahan dan pemberantasan praktik perjudian online. "Semoga jangan kendor, dengan sosialisasi ini harusnya makin kenceng (upaya pemberantasan judi online)," demikian Budi Arie Setiadi.



Jumlah kasus kecanduan judi online di Indonesia  pun tercatat terus meningkat pada 2024. Kepala Divisi Psikiatri RSCM Jakarta, Dr Kristiana Siste, mengatakan bahwa jumlah pasien kecanduan judi online yang melakukan perawatan ke klinik adiksi meningkat tajam hingga dua kali lipat dibandingkan tahun 2023.

Dokter Kristiana mencatat, pasien kecanduan judi online yang telah dirawat inap di RSCM jumlahnya hampir mencapai 100 orang. Sementara pasien rawat jalannya, kata dia, bisa menyentuh angka 200 orang.

“Kalau dibandingkan dengan tahun 2023, peningkatan itu terjadi sekitar dua kali lipat dibandingkan dengan 2023 untuk jumlah pasien yang berobat di RSCM. Artinya, kasus ini meningkat dua kali lipat dan awareness untuk berobat ke layanan juga meningkat,” kata dokter Kristiana dalam diskusi media pada Jumat (26/7/2024).

Kristiana menjelaskan, bahwa pasien kecanduan judi online yang berobat di klinik adiksi RSCM rata-rata berusia 29 tahun dan berasal dari berbagai kalangan ekonomi. Adapun jika merujuk pada penelitian yang dilakukan Kristiana pada 2021, ditemukan bahwa mayoritas orang mengalami kecanduan judi online berusia antara 18-25 tahun.

"Usianya relatif sangat muda. Dan banyak di antara pasien yang awalnya itu hanya iseng saja, tergoda untuk mendapatkan uang secara instan, atau memang sedang kepepet. Namun mereka akhirnya sampai kecanduan dan terlilit dalam masalah finansial akibat judi online," kata Kristiana.

Untuk tatalaksana pengobatan pada pecandu judi online, Kristiana menjelaskan bahwa pasien akan diberikan dua macam pengobatan yaitu psikoterapi dan obat-obatan. Psikoterapi tersebut mencakup terapi kognitif-perilaku yang bertujuan untuk mengubah memperbaiki perilaku impulsif, terapi untuk mengubah pola pikir yang salah, serta keinginan serba instan dalam mendapatkan uang.

Menurut Kristiana, terapi tersebut dilakukan minimal selama 3 bulan. Lalu kemudian akan dievaluasi, dan dilanjutkan enam bulan ke depan. Setelah itu, pasien akan dipantau hingga 12 bulan. Menurut dia, pemantauan itu penting dilakukan masih ada peluang pasien mengalami kekambuhan.

“Bahkan keinginan untuk berjudi pun traffic-nya itu kalau ditelusuri di penelitian itu tidak akan hilang sampai 5 tahun dia lepas berjudi. Sehingga memang angka kekambuhan itu masih ada. Jadi 3 bulan, lanjut evaluasi, 6 bulan terapi lagi, dan 12 bulan ke depan dilakukan pemantauan,” kata dokter Kristiana yang juga menjabat sebagai Psikiater Konsultan Adiksi di RSCM.

Ia menambahkan, bahwa adiksi judi online adalah masalah bersama. Pasalnya, satu orang yang mengalami kecanduan judi online, maka terdapat tujuh orang terdekat yang biasanya ikut terdampak. Dampaknya bukan hanya uang, namun juga kesehatan, sosial, legal dan kultur.

“Jadi memang tatalaksana yang komprehensif untuk pecandu judi online ini harus didukung oleh pemerintah, karena cara ini bisa menjadi salah satu cara efektif untuk mengobati adiksi atau kecanduan dari judi online,” kata Kristiana.

 

Komik Si Calus : Bukan Judi - (Daan Yahya/Republika)

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler