Kritis Hingga Akhir Hayat, Faisal Basri Konsisten Tolak Tawaran Jadi Komisaris BUMN

Tawaran komisaris selalu datang sejak era Soeharto, tapi konsisten ditolak.

Republika/Prayogi
Ekonom Faisal Basri memberikan keterangan saat menjadi ahli yang dihadirkan oleh Tim Hukum Nasional AMIN dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (1/4/2024). Agenda sidang lanjutan tersebut yaitu Pembuktian Pemohon (Mendengarkan keterangan ahli dan saksi Pemohon serta Pengesahan alat bukti tambahan Pemohon). Tim Hukum Nasional Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar menghadirkan 7 ahli dan 11 saksi dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) tersebut.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom senior Faisal Basri meninggal dunia pada Kamis (5/9/2024). Faisal berpulang pada sekira pukul 03.50 WIB di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan. Pria kelahiran Bandung, 6 November 1959 itu meninggal pada usia 64 tahun.

Baca Juga


Politikus Partai Indonesia Perjuangan (PDIP) Guntur Romli menyebut Faisal Basri adalah sosok yang mewariskan ketaulandan, akitivis dan pejuang yang kritis hingga akhir hayatnya. Keponakan dari mendiang mantan wakil presiden RI Adam Malik tersebut selalu menyampaikan kritiknya dengan lantang, tajam dan susah disanggah karena selalu disertakan oleh data dan fakta. Faisal Basri juga terbukti tak pernah tergiur jabatan menjadi komisaris di perusahaan negara meskipun banyaknya tawaran yang diberikan kepada dirinya.

"Perjuangannya yang terus membongkar skandal korupsi, kongkalikong kekuasaan dan mereka yang tamak akan kekayaan yang mengeruk dan merampas hak-hak rakyat untuk terus menumpuk kekayaan sekaligus melanggengkan kekuasaan. Tak tergiur jabatan, misalnya tawaran menjadi komisaris di perusahaan negara, agar tetap menjadi orang yang merdeka, mandiri dan bebas menyampaikan kritiknya," tulis Guntur Romli dalam akun X miliknya @GunRomli, Kamis (5/9/2024).

Faisal Basri, lanjut dia, bercita-cita agar Indonesia yang sangat dicintainya bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Selama ini, pengajar pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia itu selalu resah melihat kekuasaan dan kekayaan yang terpusat dan melingkar-lingkar di segelintir orang dan melahirkan politik oligarki.

Sebelumnya, Faisal Basri pernah mengungkap beberapa kali ditawari jadi komisaris di BUMN dan perusahaan lainnya. Bahkan, tawaran itu datang sejak era Orde Baru.

"Dari zaman Pak Harto saya udah ditawari," kata Faisal.

Faisal menuturkan, pernah dihubungi Menteri BUMN pertama Tanri Abeng melalui sekretarisnya dan menawari dirinya menjadi komisaris di Angkasa Pura II. Mendapat tawaran itu, dia mengatakan pikir-pikir dulu satu hingga dua pekan. "Seminggu lagi dia telepon, saya bilang, maaf deh Bang, saya tidak bisa menerima," ujar Faisal.

Menolak jadi komisaris di Angkasa Pura II, Faisal pun ditawari posisi komisaris di PLN dan ia pun tetap menolak tawaran tersebut. Bukan hanya komisaris di BUMN, di perusahaan swasta pun Faisal pernah diminta beberapa kali dan semuanya ditolak.

"Jadi penasihat pun saya tidak mau. Saya ingin menjadi orang bebas. Jadi misalnya kalau saya komisaris Pertamina, kan saya tidak bisa ngeritik Pertamina. Tidak boleh dong, sudah pilihan hidup saya begitu, terima komisaris, tanggung jawab saya adalah membenahi Pertamina dari dalam, tidak boleh berkoar-koar di luar. Itulah komitmen saya seperti itu," jelas Faisal.

 

Sebagai salah satu pendiri Indonesia Corruption Watch (ICW), Faisal juga sering..... (baca di halaman selanjutnya)

Sebagai salah satu pendiri Indonesia Corruption Watch (ICW), Faisal juga sering berbicara lantang tentang pentingnya memberantas korupsi di Indonesia, terutama di sektor ekonomi dan pemerintahan. Keluarga besar ICW pun menyampaikan duka cita sangat mendalam atas berpulangnya ilmuwan pejuang yang tak kenal takut kepada rezim tersebut.

"Faisal Basri adalah orang yang konsisten dan banyak berkontribusi dalam gerakan antikorupsi," tulis ICW dalam keterangan resminya, Kamis (5/9/2024).

Integritas, keberpihakan dan keberanian Faisal Basri juga tidak diragukan dalam kerja-kerja advokasi dan kampanye antikorupsi. "Beliau adalah salah satu sahabat dan suporter ICW yang sering membantu kami dalam banyak hal. Selamat jalan Bang Faisal, semoga segala amal ibadah almarhum diterima dan almarhum diberikan tempat terbaik di sisiNya," tulis ICW.

Faisal Basri diketahui memiliki riwayat pendidikan mentereng. Dia menyelesaikan pendidikan sarjananya di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (1985) dan meraih gelar Master of Arts bidang ekonomi di Vanderbilt University, Nashville, Tennessee, Amerika (1988), sebagaimana dikutip dari laman LPEM FEB UI.

Keponakan dari mendiang mantan wakil presiden RI Adam Malik ini memulai karir sebagai pengajar pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia untuk mata kuliah Ekonomi Politik, Ekonomi Internasional, Ekonomi Pembangunan, dan Sejarah Pemikiran Ekonomi.

Faisal juga merupakan pengajar pada Program Magister Akuntansi (Maksi), Program Magister Manajemen (MM), Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Pembangunan (MPKP), dan Program Pascasarjana Universitas Indonesia (1988-sekarang).

Dalam karir akademisnya, Faisal pernah menjadi Ketua Jurusan ESP (Ekonomi dan Studi Pembangunan) FEB UI (1995-1998), dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas Jakarta (1999-2003).

Sementara di bidang pemerintahan, Faisal Basri pernah mengemban amanah sebagai anggota Tim “Perkembangan Perekonomian Dunia” pada Asisten II Menteri Koordinator Bidang EKUIN (1985-1987) dan anggota Tim Asistensi Ekuin Presiden RI (2000).

Dalam catatan Republika, Faisal juga merupakan salah satu satu pendiri organisasi Majelis Amanah Rakyat (Mara), yang di kemudian hari menjadi Partai Amanat Nasional (PAN). Faisal pernah menjabat sekjen DPP PAN berpasangan dengan Amien Rais yang menjadi ketum PAN pada awal Reformasi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler