Obrolan Tertutup Bos CIA dan Presiden Mesir Al-Sisi Soal Israel dan Palestina

Bos CIA dan Presiden Mesir Al-Sisi membicarakan 4 hal strategis.

AP
Presiden Mesir Abdel Fattah Al-Sisi dan Direktur CIA William Burns
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO — Di tengah eskalasi perang Israel yang mengakibatkan 144.000 warga Palestina dan 2.792 warga Lebanon wafat, petinggi militer Mesir dan Amerika Serikat bertemu di Kairo. Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi berdiskusi dengan William Burns, kepala Badan Intelijen Pusat AS (CIA).

Baca Juga


Mereka membahas upaya bersama untuk menenangkan situasi di Jalur Gaza , dan cara-cara untuk memajukan negosiasi guna mencapai gencatan senjata dan pertukaran tahanan.

Hal ini terungkap dalam pernyataan kepresidenan Mesir, yang mengatakan bahwa kepala Intelijen Umum Mesir, Hassan Rashad, menghadiri pertemuan antara keduanya.

Menurut pernyataan tersebut, Pertemuan itu membahas perkembangan dalam upaya bersama untuk menenangkan situasi di Jalur Gaza, dan cara-cara untuk memajukan negosiasi guna mencapai gencatan senjata dan pertukaran tahanan, serta akses segera dan penuh terhadap bantuan kemanusiaan sebagaimana adanya. Prioritas utama bagi Mesir mengingat kondisi kemanusiaan yang memburuk di Jalur Gaza.

Al-Sisi menekankan pertama, pentingnya peranan Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA) untuk pengungsi Palestina. Juga perlunya untuk tidak menghalangi pekerjaan mereka. Kedua, solusi dua negara juga ditekankan karena ini adalah jalan untuk mencapai perdamaian dan keamanan di kawasan.

Ketiga, mereka juga menyinggung situasi di Lebanon dan eskalasi yang terjadi di kawasan tersebut baru-baru ini.

 

Keempat, al-Sisi menekankan pentingnya segera mencapai gencatan senjata di Lebanon dengan cara yang menjaga kedaulatan dan integritas wilayahnya, serta melindungi stabilitas dan keamanan negara sekitar. Agresi militer Israel berdampak buruk terhadap seluruh masyarakat di wilayah tersebut.

Pekan lalu, ibu kota Qatar, Doha, menjadi tuan rumah pertemuan yang dihadiri Burns, untuk membahas menghidupkan kembali perundingan gencatan senjata di Gaza, yang telah ditangguhkan selama sekitar dua bulan.

Meskipun upaya mediasi Qatar dan Mesir terus berlanjut selama berbulan-bulan, dan mengajukan proposal perjanjian demi mengakhiri perang pemusnahan di Gaza dan pertukaran tahanan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terus menetapkan persyaratan baru yang menghambat perjanjian tersebut.

Israel memperkirakan terdapat 101 tahanan di Jalur Gaza, sementara Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) mengumumkan bahwa puluhan tahanan tewas dalam serangan acak Israel.

Semakin parah

Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menilai langkah Parlemen Israel (Knesset) menerbitkan undang-undang yang melarang United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA) beroperasi di wilayah Israel akan memperparah situasi krisis pengungsi Palestina.

"Keputusan Knesset untuk melarang UNRWA bertentangan dengan semangat kemanusiaan dan memperparah situasi krisis pengungsi Palestina," kata Sukamta dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Dia menilai hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap hak asasi pengungsi Palestina, mengingat UNRWA memainkan peran vital dalam membantu pengungsi Palestina yang terdampak konflik berkepanjangan.

"Kita menyaksikan pengekangan terhadap badan internasional yang selama ini menjadi penopang bagi jutaan pengungsi Palestina untuk akses pendidikan, kesehatan, dan bantuan pokok lainnya," ucapnya.

Menurut dia, undang-undang tersebut menjadi langkah untuk semakin membatasi hak-hak pengungsi Palestina, menambah penderitaan, serta berpotensi memicu krisis kemanusiaan yang lebih besar di kawasan.

 

Padahal, kata dia, UNRWA telah memberikan bantuan yang krusial bagi lebih dari lima juta pengungsi Palestina di Palestina dan negara-negara tetangga.

“Pelarangan operasi UNRWA, nasib pengungsi Palestina menjadi semakin tidak menentu," ucapnya.

Dia lantas berkata, "Jika undang-undang ini mulai berlaku, akses pengungsi terhadap pendidikan, kesehatan, dan bantuan pokok akan semakin terbatas, yang berpotensi meningkatkan tingkat kemiskinan, keterbatasan pendidikan, dan kerentanan kesehatan di kalangan pengungsi Palestina.”

Dia pun mendorong Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI menyerukan penolakan tegas terhadap langkah Israel tersebut.

"Kami akan berkoordinasi dengan berbagai negara sahabat untuk menekan Israel agar mencabut undang-undang ini demi kemanusiaan dan perlindungan hak-hak pengungsi Palestina," tuturnya.

Indonesia, lanjut dia, juga akan terus mendorong langkah diplomasi di tingkat internasional untuk mendesak Israel membatalkan undang-undang tersebut.

"Indonesia melalui keanggotaannya dalam berbagai forum internasional, akan melanjutkan komitmennya dalam mendukung Palestina dan melindungi hak-hak pengungsi yang terdampak konflik," kata dia.

Parlemen Israel, yang dikenal sebagai Knesset, meloloskan dua Rancangan Undang-Undang (RUU) pada Senin (28/10) terkait UNRWA.

Salah satunya melarang UNRWA beroperasi di wilayah Israel, sementara yang lainnya melarang pejabat Israel berhubungan dengan badan bantuan tersebut.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler