Peran Sembilan Tersangka Baru Kasus Korupsi Impor Gula yang Menjerat Tom Lembong
Sembilan tersangka baru itu adalah pihak swasta yang mendapat izin impor gula.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan sembilan tersangka baru dalam penyidikan lanjutan korupsi perizinan impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) 2015-2022. Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Senin (20/1/2025) mengumumkan TWN, WN, HS, IS, TSEP, HAT, dan ASB, serta HFH, juga ES sebagai tersangka.
Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar mengatakan, sembilan tersangka baru tersebut adalah pihak swasta, para petinggi perusahaan-perusahaan yang mendapatkan perizinan ilegal impor gula 2015-2016. “Sembilan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka tersebut oleh penyidik berdasarkan alat-alat bukti yang cukup,” begitu kata Qohar di Kejagung, Jakarta, Senin (20/1/2025).
Qohar menjelaskan, TWN ditetapkan tersangka atas perannya selaku direktur utama (Dirut) PT Angels Product (AP). WN dijerat tersangka atas perannya sebagai presiden direktur PT Andala Furnindo (AF).
HS jadi tersangka atas perannya selaku dirut PT Sentra Usahatama Jaya (SUJ). IS tersangka terkait perannya sebagai dirut PT Medan Sugar Industry (MSI). Adapun TSEP jadi tersangka terkait perannya sebagai direktur PT Makassar Tene (MT). Tersangka HAT merupakan direktur PT Duta Sugar Internasional (DSI).
Selanjutnya ASB dijadikan tersangka terkait perannya sebagai dirut PT Kebun Tebu Mas (KTM). HFH tersangka atas perannya sebagai dirut PT Berkah Manis Makmur (BMM). Terakhir ES, ditetapkan tersangka atas perannya selaku direktur PT Permata Dunia Sukses Utama (PDSU).
Sembilan tersangka tersebut, tujuh di antaranya langsung dilakukan penahanan di Rutan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel). Adapun dua tersangka atas nama HAT, dan ASB belum dapat dilakukan penahanan lantaran tak datang ke ruang penyidik saat pemeriksaan.
Kata Qohar, kedua tersangka itu, hingga saat ini dalam pencarian dan berstatus cegah ke luar wilayah hukum Indonesia.
“Tersangka HAT dan ASB saat ini sedang dilakukan pencarian, di mana saat ini keberadaannya, dan sudah dilakukan pencegahan,” ujar Qohar.
Sembilan orang pihak swasta tersebut menambah jumlah tersangka yang sudah ditetapkan oleh Jampidsus-Kejagung dalam penyidikan impor gula di Kemendag. Pada Oktober 2024 lalu, penyidikan yang sama mengumumkan dua tersangka awalan korupsi impor gula tersebut. Dua tersangka tersangka awalan itu adalah Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong (TTL) alias Tom Lembong, dan Charles Sitorus (CS) yang merupakan direktur pengembangan bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Kronologi peran para tersangka
Sebelas tersangka sementara yang sudah ditetapkan penyidik Kejagung ini terkait dengan pemberian izin impor gula sebanyak kurang lebih 592 ribu ton oleh Kemendag sepanjang 2015-2016. Penyidik Jampidsus menuding adanya kegiatan korupsi yang merugikan negara senilai Rp 578,1 miliar. Nilai kerugian yang dalam penghitungan awalnya cuma sekitar Rp 400 miliar.
Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar menerangkan, kasus ini berawal dari 2 Mei 2015. Pada tanggal tersebut dilakukan rapat koordinasi lintas kementerian perekonomian. Dalam rapat tersebut disimpulkan Indonesia yang saat itu mengalami surplus gula.
“Sehingga disimpulkan bahwa Indonesia tidak memerlukan impor gula,” kata Qohar.
Namun pada Oktober 2015, tersangka TWN selaku dirut PT AP, yang merupakan pihak swasta mengajukan permohonan persetujuan impor gula mentah sebanyak 105 ribu ton. Persetujuan impor tersebut diberikan oleh tersangka Tom Lembong sebagai menteri perdagangan pada saat itu.
“Menteri Perdagangan saat itu, yakni tersangka TTL (Tom Lembong) memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) sebanyak 105 ribu ton kepada PT AP untuk dikelola dari GKM menjadi gula kristal putih (GKP),” kata Qohar.
Persetujuan impor tersebut diterbitkan oleh Kemendag dengan nomor surat 04.IP.15.0042 bertanggal 12 Oktober 2015. Qohar menerangkan, persetujuan impor gula tersebut bertentangan dengan Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian 57/2004.
“Yang menyatakan bahwa yang diperbolehkan melakukan impor GKP adalah hanya BUMN (Badan Usaha Milik Negara),” ujar Qohar.
Dan dikatakan Qohar persetujuan impor yang diterbitkan tersangka Tom Lembong untuk PT AP tersebut, pun dilakukan tanpa adanya koordinasi dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) selaku lembaga yang merekomendasikan dan pemberi persetujuan pengadaan gula untuk kebutuhan dalam negeri tersebut.
“Persetujuan impor yang dikeluarkan oleh tersangka TTL, kepada PT AP adalah impor GKM. Kemudian impor GKM tersebut dilakukan tidak melalui rapat koordinasi atau rakor dengan instansi terkait, serta tanpa adanya rekomendasi dari menteri perindustrian guna mengetahui kebutuhan gula di dalam negeri,” ujar Qohar.
ada 28 Desember 2015 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menggelar rapat koordinasi lintas kementerian di bawahnya, termasuk dengan Kemendag. Dalam rapat tersebut disimpulkan bahwa periode Januari sampai April 2016 Indonesia diperkirakan akan mengalami kekurangan gula sebanyak 200 ribu ton.
Akan tetapi hasil rapat koordinasi tersebut tak ada keputusan tentang impor gula. Sementara, pada periode yang sama, antara November sampai Desember 2015, tersangka Charles selaku direktur PT PPI memerintahkan staf senior manager PT PPI menggelar pertemuan dengan delapan perusahaan gula swasta.
Yaitu dengan PT AP, PT AF, PT SUJ, PT MSI, PT PDSU, PT MT, PT BSI, dan PT BMM. Pertemuan tersebut dilakukan di Menara Equality di kawasan SCBD Jakarta Selatan (Jaksel). Pertemuan tersebut dilaksanakan sebanyak empat kali. Dalam pertemuan tersebut ditunjuk perusahaan-perusahaan tersebut sebagai pihak yang akan melakukan impor GKM untuk kemudian diolah menjadi GKP.
“Jadi sebelum ada penandatanganan kontrak delapan perusahaan tersebut, sudah diundang terlebih dahulu dan sudah diberitahukan bahwa merekalah nantina yang akan melakukan pengadaan GKM yang kemudian diolah menjadi GKP dalam rangka stabilitas harga pasar dan stok gula nasional,” kata Qohar.
Dan pada Januari 2016, tersangka Tom Lembong sebagai mendag pada saat itu menandatangani sura penugasan kepada PT PPI. Surat bernomor 51 bertanggal 12 Januari 2016 tersebut, isinya merupakan penugasan kepada PT PPI untuk melakukan pemenuhan stok gula nasional.
Sekaligus penugasan untuk melakukan stabilitasi harga gula nasional melalui kerja sama dengan produsen gula di dalam negeri. Termasuk untuk memasok atau mengimpor dan mengelola GKM agar dijadikan GKP sebanyak 300 ribu ton. Atas surat tugas tersebut, PT PPI menunjuk delapan perusahaan gula swasta tersebut.
“Jadi penugasannya baru belakangan setelah mereka (PT PPI dengan delapan perusahaan) melakukan rapat sebanyak empat kali untuk ditunjuk sebagai importir gula,” ujar Qohar.
Lalu, kata Qohar, PT PPI membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan gula tersebut untuk menangani stok gula, dan menanggulangi stabilitas harga gula pasaran. Dari kerja sama antara PT PPI dan delapan perusahaan itu, tersangka Tom Lembong memerintahkan Dirjen Perdagangan Luar Negeri di Kemendag untuk menerbitkan persetujuan impor GKP untuk diolah menjadi GKM kepada delapan perusahaan yang ditunjuk tersebut.
Padahal diketahui, dalam peraturan hanya BUMN yang diizinkan untuk melakukan impor GKP atas kebutuhan stok gula nasional, dan stabilitas harga komoditas manis di dalam negeri. Diketahui pula delapan perusahaan gula tersebut tak memiliki izin impor GKM. Mereka juga tidak memiliki izin dalam pengelolaan GKM menjadi GKP untuk kebutuhan pasar, dan stok nasional.
Karena, kata Qohar delapan perusahaan tersebut, mengacu pada Pasal 9 Permendagri 117/2015 merupakan produsen gula rafinasi yang cuma memiliki izin impor gula kristal rafinasl (GKR) untuk kebutuhan industri makanan, minuman, dan farmasi.
Selanjutnya, setelah delapan perusahaan tersebut mengimpor GKM dan mengelola GKM tersebut menjadi GKP, PT PPI melakukan kegiatan fiktif. Yaitu berupa pembelian GKP yang berasal dari GKM olahan delapan perusahaan tersebut.
Namun dari penyidikan terungkap GKP dari olahan GKM delapan perusahaan tersebut diperjual-belikan langsung kepada masyarakat melalui mekanisme pasar. Dan komoditas tersebut dijual seharga Rp 16 ribu per Kilogram (Kg). Padahal harga eceren tertinggi (HET) gula pasaran saat itu seharga Rp 13 ribu per Kg.
“Dari pengadaan dan penjualan GKM yang diolah menjadi GKP oleh delapan perusahaan tersebut, PT PPI mendapatkan fee sebesar Rp 105 per kilogram,” kata Qohar.
Pada 8 Maret 2016, tersangka TWN selaku Dirut PT AP mengajukan permohonan persetujuan impor gula mentah sebanyak 105 ribu ton. Dan dari permohonan tersebut, tersangka Tom Lembong langsung memberikan persetujuan impor GKM sesuai permintaan untuk diolah menjadi GKP kepada PT AP.
Permohonan ajuan PT AP tersebut kembali diajukan pada 8 April 2016 untuk 157 ribu ton. Pada 28 April 2016, delapan tersangka lainnya atas nama perusahaan masing-masing mengajukan permohonan serupa atas 200 ribu ton GKM untuk diolah menjadi GKP.
Permohonan tersebut kembali diajukan pada 7 Juni 2016. Yaitu ketika tersangka ASB selaku dirut PT KTM mendapatkan persetujuan impor GKM untuk diolah menjadi GKP setotal 110 ribu ton. Dan pada 29 Juni 2016, tersangka HFH selaku Dirut PT BMM juga mendapatkan izin impor serupa sebanyak 20 ribu ton. Atas perbuatan para tersangka tersebut, kata Qohar berdasarkan hasil penghitungan, negara mengalami kerugian sebesar Rp 578,1 miliar. Para tersangka, pun dikatakan Qohar melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor, juncto Pasal 18 UU Tipikor.