Warung Madura: Kasihan, dari Kemarin Banyak Orang Nanyain LPG 3 Kg

Pembatasan penyaluran gas melon kepada warung kecil berdampak terhadap omzetnya.

Bayu Adji Prihammanda/Republika
Seorang pedagang warung madura menjaga warungnya di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan, Senin (3/2/2025). Sudah sejak beberapa hari terakhir, warungnya kesulitan mendapatkan gas LPG 3 kilogram.
Rep: Bayu Adji Prihammanda Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak beberapa hari terakhir, liquefied petroleum gas (LPG) 3 kilogram (kg) mengalami kelangkaan di pengecer, termasuk warung madura. Hal itu disebabkan adanya kebijakan baru dari pemerintah terkait penjualan LPG 3 kg yang hanya diperbolehkan di pangkalan resmi Pertamina sejak 1 Februari 2025.

Baca Juga


Republika mendatangi sejumlah warung madura dari kawasan Depok hingga Jakarta Selatan, pada Senin (3/2/2025). Hampir 10 warung madura yang disambangi Republika, seluruhnya menjawab kosong ketika ditanya ketersediaan LPG 3 kg.

Salah seorang pedagang warung madura di kawasanan Ragunan, Muslihah (40 tahun) mengatakan, kelangkaan gas melon sudah terjadi sejak lima hari terakhir. Namun, hari ini merupakan yang paling parah.

"Sudah seminggu, sehari dijatah paling banyak lima. Hari ini aku dijatah dua doang," kata dia saat ditemui Republika, Senin (3/2/2025) siang.

Perempuan itu mengaku sudah sekitar dua tahun berjualan di kawasan Ragunan. Menurut dia, selama ini pasokan LPG 3 kg selalu lancar dari pangkalan atau agen. Namun, beberapa hari terakhir pengiriman gas melon ke warungnya dibatasi.

Ia mengatakan, selama ini harga LPG 3 kg di pangkalan didapatkannya dengan harga Rp 17 ribu per tabung. Biasanya, ia mejual dengan harga Rp 19 ribu per tabung.

Namun, sejak beberapa hari terakhir ia menjual LPG 3 kg seharga Rp 20 ribu per tabung, meski harga belinya tetap Rp 17 ribu. Pasalnya, ia harus mengantre lama untuk mendapatkan pasokan. Apalagi, pasokan yang didapatkannya maksimal hanya lima tabung.

"Soalnya saya ngantre. Lapar, haus. Bukan sejam dapat. Kayak pengemis. Kita itu mau beli macam pengemis. Kita juga kan perlu makan, punya anak kecil," kata dia menjelaskan alasan menjual gas melon dengan harga lebih tinggi dari biasanya.

Muslihah menilai, warga juga banyak yang mendatangi warungnya sejak kemarin malam. Para warga itu mengaku sudah berkeliling mencari gas melon. Bahkan, ada juga beberapa pedagang yang menitipkan tabung gas kosong di warungnya agar bisa didahulukan.

"Banyak dari tadi malam nyari (gas), kasihan. Apalagi yang jualan makanan. Ada yang menitip juga di sini gasnya," kata dia.

Menurut dia, pembatasan penyaluran gas melon kepada warung kecil berdampak terhadap omzetnya. Sebab, biasanya ia bisa menjual hingga 10 tabung gas per hari.

"Ya nyusahin banget. Omzet aku turun. Kalau lagi normal, sehari bisa terjual 10 tabung," kata dia.

 

Karena itu, ia berharap pemerintah dapat menormalkan kembali pasokan gas ke pengecer. Dengan begitu, warung-warung kecil juga dapat tetap menjual LPG 3 kg. Di sisi lain, warga juga tidak kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya.

Ihwal adanya wacana untuk menjadikan warung kecil sebagai pangkalan, Muslihah mengaku mendapatkan informasi bahwa warungnya akan didata oleh Pertamina. Nantinya, Pertamina yang akan mengantarkan langsung pasokan ke warung-warung.

"Katanya Pertamina mau anter ke sini. Enggak tau betul atau enggaknya. Kita harus mendaftar dulu pakai KTP dan nomor telepon. Harga Rp 14 ribu harus jual Rp 16 ribu," kata dia.

Sementara itu, salah seorang penjaga pangkalan gas resmi di kawasan Ragunan, Algifari (22), membenarkan bahwa saat ini pihaknya tidak lagi diperbolehkan mengecer LPG 3 kg ke warung-warung. Pasalnya, hal itu merupakan aturan langsung dari pemerintah.

"Iya. Dari pemerintah juga ngeluarin aturan, enggak boleh ngebagiin ke warung kecil," kata dia saat ditemui Republika.

Karena itu, mau tidak mau warga harus datang langsung ke pangkalan resmi untuk mendapatkan gas melon. Sebab, saat ini mayoritas warung kecil sudah tidak lagi mendapatkan pasokan LPG 3 kg dari pangkalan resmi.

Algifari menjelaskan, pangkalannya biasanya mendapat kiriman rata-rata 30 tabung gas melon per hari dari Pertamina. Sebelum adanya larangan untuk mengecer LPG 3 kg, pangkalannya selalu menyalurkan gas melon ke warung-warung kecil, termasuk warung madura.

"Iya sebelum ada aturan pemerintah keluar, kami kasih ke warung kecil. Satu warung 4-5 tabung. Sekarang udah enggak boleh sejak keluar aturan dari pemerintah. Jadi sudah enggak boleh ngecer ke warung kecil," ujar dia.

Menurut dia, saat ini LPG 3 kg hanya bisa didapatkan di pangkalan resmi. Setiap warga yang hendak beli juga harus menunjukkan KTP. Selain itu, satu warga hanya boleh membeli satu tabung gas LPG 3 kg.

Algifari menilai, adanya aturan itu sebenarnya baik. Seban, pemerintah ingin membuat harga LPG 3 kg tidak melambung tinggi apabila dijual di pengecer.

Ia mencontohkan, pangkalannya selama ini selalu menjual LPG 3 kg dengan harga Rp 16 ribu per tabung. Namun, harganya di warung kecil bisa mencapai Rp 20 ribu atau lebih per tabung.

"Sebenarnya bagus. Kan itu buat pemerataan harga, biar harga itu enggak tinggi. Cuma karena baru, pada kaget. Sosialisasi juga belum merata," kata dia.


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler