Orang Kaya Konsumsi Gas 3 Kg dan Pertalite Bersubsidi, MUI: Haram!

Pemerintah telah mengatur distribusi BBM bersubsidi untuk kelompok tertentu.

Republika/Prayogi
Warga membawa tabung gas elpiji 3 kilogram bersubsidi di salah satu pangkalan di Kawasan Bojong Gede, Kab Bogor, Jawa Barat, Selasa (4/2/2025). Sejumlah warga mengeluhkan kebijakan pemerintah yang melarang penjualan elpiji di pengecer/warung karena hal ini menyulitkan masyarakat. Seorang warga Egi Kusuma (45) yang sudah menganti sejak pukul 06.00 pagi berharap semoga pasokan/penjualan gas bisa kembali normal sehingga mudahan masyarakat kecil dan tidak perlu menghabiskan waktu dan tenaga hanya untuk berburu gas.
Rep: Muhyiddin Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Miftahul Huda menjelaskan hukum orang kaya mengonsumsi gas melon dan pertalite bersubsidi. Dalam Islam, menurut Kiai Miftah, haram hukumnya bagi orang kaya menggunakan barang yang telah diperuntukkan bagi kelompok tertentu tersebut. 

Baca Juga


"Orang kaya tidak berhak menggunakan bahan bakar minyak (BBM) dan gas bersubsidi," ujar Kiai Miftah saat dihubungi Republika, Selasa (4/2/2025). 

Karena, lanjut dia, pemerintah telah mengatur distribusi BBM bersubsidi untuk kelompok tertentu, yaitu transportasi umum dan para nelayan. Sementara, pertalite untuk masyarakat menengah ke bawah.  "Sedangkan gas LPG 3 kilogram hanya untuk rumah tangga miskin, usaha mikro, nelayan dan petani miskin. Semua itu sudah diatur distribusinya dan termasuk sanksi serta hukuman atas orang yang menyalahgunakan," ucap Kiai Miftah. 
 
"Adapun dalam hukum Islam, penggunaan BBM dan gas bersubsidi oleh orang kaya yang tidak berhak adalah haram," kata Kiai Miftah. 
 
Hal itu didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan berikut:
 
1. Melanggar prinsip keadilan
 
Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat An-Nahl ayat 90: 
 
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ
 
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat Kebajikan …”
 
"Orang kaya yang mengambil hak orang miskin dalam subsidi berarti melanggar prinsip keadilan," jelas Kiai Miftah.  
 

2. Larangan memakan harta yang tidak halal
 
Kiai Miftah menjelaskan, subsidi adalah amanah dari pemerintah untuk rakyat yang membutuhkan. Menggunakannya tanpa hak dapat dianggap sebagai penyelewengan (khianat).
 
Menurut dia, Allah SWT telah memperingatkan dalam surat Al Baqarah ayat 188:
 
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
 
Artinya: "Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui."
 
"Orang kaya yang menggunakan subsidi berarti mengambil sesuatu yang bukan haknya, yang dalam Islam tergolong perbuatan zalim," ucap Kiai Miftah. 
 
3. Dapat dikenakan hukum ghasab (mengambil hak orang lain secara paksa)
 
Dalam fikih Islam, menurut Kiai Miftah, ghasab adalah mengambil atau memakai sesuatu yang bukan haknya tanpa izin. "Orang kaya yang memakai subsidi merampas hak fakir miskin, sehingga perbuatannya termasuk dosa besar," jelas dia.
 
Sejarah perjalanan LPG 3 kilogram. - (Infografis Republika)
 
 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler