Kementerian BUMN Buka Suara Soal Dugaan Korupsi BBM di Pertamina

Kementerian BUMN belum koordinasi dengan Kejagung.

M. Nursyamsi
Juru Bicara Kementerian BUMN Putri Violla di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (25/2/2025).
Rep: Muhammad Nursyamsi, Frederikus Dominggus Bata Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dugaan korupsi dalam tata kelola minyak dan produk di PT Pertamina Group tengah menjadi perhatian publik. Juru Bicara Kementerian BUMN Putri Violla mengatakan Kementerian BUMN mengaku masih terus berkomunikasi dengan pihak Pertamina.

Baca Juga


"Kementerian BUMN sejauh ini terus berkomunikasi dengan Pertamina. Kita belum bisa memberikan keterangan lebih jauh mengenai hal ini," ujar Putri usai konferensi pers kesiapan angkutan Lebaran KAI dan DAMRI di Media Center Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (25/2/2025).

Putri menyampaikan perkembangan informasi masih terbatas pada komunikasi internal antara Kementerian BUMN dan Pertamina. Putri menyampaikan Kementerian BUMN belum berkomunikasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus tersebut.

"Sejauh ini komunikasi yang terjalin baru antara Kementerian BUMN dan Pertamina, belum dengan Kejagungnya," ucap Putri.

Putri berjanji akan memberikan keterangan lebih lanjut setelah melakukan pengumpulan informasi.

"Jadi nanti kalau kita sudah mendapatkan informasi lebih lanjut lagi, lebih jauh lagi, nanti kita akan memberikan informasi ke teman-teman," kata Putri.

Di sisi lain, PT Pertamina (Persero) menghormati Kejaksaan Agung dan aparat penegak hukum yang menjalankan tugas serta kewenangannya dalam proses hukum yang tengah berjalan di sejumlah subholding Pertamina. Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menyampaikan Pertamina memastikan layanan distribusi energi kepada masyarakat di seluruh Indonesia tetap berjalan lancar dan optimal.

"Pertamina menjamin pelayanan distribusi energi kepada masyarakat tetap menjadi prioritas utama dan berjalan normal seperti biasa," ucap Fadjar.

Fadjar menyampaikan Pertamina Grup menjalankan bisnis dengan berpegang pada komitmen sebagai perusahaan yang menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas sesuai dengan Good Corporate Governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik dan sesuai peraturan berlaku. Fadjar memastikan Pertamina siap bekerja sama dengan aparat berwenang dan berharap proses hukum dapat berjalan lancar dengan tetap mengedepankan asas hukum praduga tak bersalah.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga (PPN) Riva Siahaan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan kontraktor Kerja Sama (KKKS). Dugaan pelanggaran hukum ini, terjadi pada periode 2018-2023.

Salah satu kesalahan yang diduga dilakukan Riva yakni ketika PPN melakukan pembelian (pembayaran) produk Pertamax (Ron 92), padahal sebenarnya PPN membeli Pertalite (Ron 90). Pertalite tersebut diblending di storage/depo untuk menjadi Ron 92.

Terkait hal ini, Pertamina memberikan respon normatif. Vice President (VP) Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menegaskan pihak holding menghormati penegak hukum dalam menjalankan tugas dan kewenangan. Kejagung melakukan penyelidikan lebih lanjut perihal kasus hukum yang mendera subholding Pertamina.

"Pertamina siap bekerja sama dengan aparat berwenang dan berharap proses hukum dapat berjalan lancar, dengan tetap mengedepankan asas hukum praduga tak bersalah," kata Fadjar dalam pesan singkat, Selasa (25/2/2025).

Selanjutnya, ia menuliskan komitmen perusahaannya. Pertamina Grup, kata dia, menjalankan bisnis dengan berpegang pada prinsip transparansi dan akuntabilitas sesuai Good Corporate (GCG) serta peraturan berlaku.

Kasus hukum yang mendera PPN atau dalam hal ini Riva Siahaan, berkaitan dengan kualitas Pertamax. Lalu bagaimana pertanggungjawaban Pertamina kepada konsumen?

"Pertamina menjamin, pelayanan distribusi energi kepada masyarakat tetap menjadi prioritas utama, dan tetap berjalan normal seperti biasa," jawab Fadjar.

Sebelumnya ia meminta semua pihak menunggu hasil penyelidikan lanjutan Kejaksaan Agung. Republika kemudian menghubungi Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari. Namun sampai berita ini ditulis, belum ada jawaban dari Corsec PT PPN tersebut.

Selain dugaan praktik blending Pertamax, masih ada beberapa potensi pelanggaran hukum lainnya. Berbagai kasus tersebut mengakibatkan kerugian negara menyentuh angka Rp 193,7 triliun.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler