Rabu 11 Mar 2020 12:37 WIB

Perempuan Melawan Kekerasan Seksual

Eskalasi kekerasan seksual terhadap perempuan terus meningkat.

Neni Nur Hayati(Dokumentasi Pribadi)
Foto: Dokumentasi Pribadi
Neni Nur Hayati(Dokumentasi Pribadi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Neni Nur Hayati, Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership, Aktivis Nasyiatul Aisyiyah

Tidak ada yang istimewa setiap kali tiba tanggal 8 Maret yang diperingati sebagai hari perempuan internasional, selain penyadaran akan perjuangan hak-hak perempuan. Hari perempuan dinilai menjadi momentum yang tepat untuk merefleksikan sudah sejauh mana perempuan mendapatkan kesejahteraan, kesetaraan, hidup demokratis serta bebas kekerasan.

Hal yang paling mendesak diwujudkan negara untuk saat ini adalah membebaskan perempuan dari berbagai kekerasan seksual. Mengingat, akhir-akhir ini, eskalasi kekerasan seksual terhadap perempuan terus meningkat. Kejahatan itu, kini semakin meluas, tidak hanya terjadi di dunia nyata tetapi juga dalam dunia teknologi informasi, berbasis gender dan seksual di ranah siber (online sexual gender based violent) serta di wilayah privat/personal, termasuk kasus inses (hubungan darah) yang marak terjadi.

Pelecehan seksual juga acapkali dilakukan di ruang publik, semisal kendaraan umum. Alih-alih mendapatkan kenyamanan dan ketenangan untuk beristirahat, yang terjadi malah mendapatkan perilaku tidak wajar, hingga korban mengalami trauma yang cukup mendalam dan berakibat merusak tatanan jiwa serta menurunkan kualitas hidup korban. Terkadang sikap diamnya korban perempuan karena tidak tahu bagaimana caranya menghadapi pelecehan itu (Lauren, 2018).

Berdasarkan data Komisi Nasional Perempuan, pada 2019 terdapat 5.509 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Dari total jumlah tersebut, sebanyak 2.988 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan berlangsung dalam ranah rumah tangga. Sementara sejumlah 2.521 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan terjadi di ranah komunitas.

Beberapa kasus kekerasan seksual yang cukup beragam tersebut, tentu sangat mengkhawatirkan. Jika hal ini terus menerus dibiarkan dan jumlahnya terus melonjak naik, maka jangan harap perempuan dapat hadir di tengah ruang publik untuk dapat berkarya nyata dan beraktualisasi mengembangkan potensi diri yang dimilikinya. 

Diakui atau tidak, dari tahun ke tahun sejumlah isu perempuan kurang mendapat perhatian, bahkan suaranya kerap tidak pernah didengar. Lebih mirisnya lagi, ketika kaum perempuan melakukan counter terhadap isu-isu yang banyak menyudutkan perempuan, kadangkala mendapatkan respon yang kurang baik dari kaum perempuan itu sendiri.

Tentunya ini menjadi problem yang harus segera dibenahi. Publik tidak boleh menutup mata atas kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, apalagi hal itu terjadi di lingkungan terdekat kita.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement