Kamis 16 Apr 2020 05:21 WIB

Hindia Belanda Kalah Melawan Wabah

Penanganan wabah di Nusantara masa Hindia Belanda terbilang kacau balau.

Rep: Rahayu Marini Hakim/ Red: Karta Raharja Ucu
Petugas kolonial memberikan pengobatan terkait mewabahnya pes.
Foto: pinterest
Petugas kolonial memberikan pengobatan terkait mewabahnya pes.

REPUBLIKA.CO.ID, Pandemi virus Covid-19 meneror dunia, termasuk rakyat Indonesia. Penyebaran virus yang tak terbendung itu membuat negara panik, karena harus melawan virus yang tak berwujud. Namun, apakah wabah virus seperti ini baru pertama kali terjadi di Indonesia? Republika mencoba menelusuri catatan sejarah wabah yang pernah melanda Nusantara. Sejarawan JJ Rizal yang menjadi teman diskusi kami, merawikan sejumlah wilayah Nusantara sudah beberapa kali dilanda wabah penyakit.

Lewat sambungan telepon, JJ Rizal merunutkan sejumlah wabah penyakit di Indonesia. Pertama wilayah yang pernah diserang wabah adalah Kota Batavia. Kota yang dibangun JP Coen itu sempat terkena wabah malaria dan kolera.

Baca Juga

Dilansir dari buku saku penatalaksanaan kasus malaria, terbitan 2017, malaria adalah parasit Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Malaria dikenal lima macam jenis, yakni Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae dan Plasmodium knowlesi. Parasit yang terakhir disebutkan ini belum banyak dilaporkan di Indonesia.

Baca Juga: Sunan Gunung Jati Usir Wabah di Cirebon dengan Azan Pitu

Bahaya malaria sendiri jika tidak ditangani segera dapat menjadi malaria berat yang menyebabkan kematian. Malaria dapat menyebabkan anemia yang mengakibatkan penurunan kualitas sumber daya manusia dan pada wanita hamil jika tidak diobati dapat menyebabkan keguguran, lahir kurang bulan (prematur) dan berat badan lahir rendah (BBLR) serta lahir mati.

photo
Berita di koran Belanda tentang wabah malaria di Tanjung Priok. - (Tangkapan layar)

Sementara kolera adalah penyakit diare akut, yang disebabkan oleh infeksi usus akibat terkena bakteria vibrio cholerae. Infeksi biasanya ringan atau tanpa gejala, tapi terkadang parah. Kurang lebih 1 dari setiap 20 penderita mengalami sakit yang berat dengan gejala diare yang sangat encer, muntah-muntah, dan kram di kaki. Bagi mereka ini, kehilangan cairan tubuh secara cepat ini dapat mengakibatkan dehidrasi dan shock atau reaksi fisiologik hebat terhadap trauma tubuh. Kalau tidak diatasi, kematian dapat terjadi dalam beberapa jam.

JJ Rizal menceritakan, awal mula wabah menyerang Batavia terjadi pada awal abad 20 sekitar tahun 1918, bersamaan dengan masa perang dunia 2. Wabah paling ganas menyerang sejumlah negara di dunia, terutama Eropa, bernama Flu Spanyol. Dilansir dari buku Yang Terlupakan: Pandemi Influenza 1918 Hindia Belanda, terbitan 2009, pada 1918, sebuah wabah raya (pandemi) influenza merebak di seluruh penjuru dunia, dimulai dari Benua Eropa, lalu menyebar ke Amerika, Asia, Afrika, dan Australia. Dunia dilanda sebuah wabah penyakit yang merenggut lebih banyak nyawa dalam waktu yang cepat dibandingkan sejarah wabah penyakit apa pun.

JJ Rizal menerangkan, Flu Spanyol merupakan wabah yang paling hebat. Bahkan ia menyebut sebagai wabah besar di Makassar. “Flu Spanyol sampai 900 ribu (yang meninggal) hanya dalam waktu sekitar empat bulan. Ini paling hebat. Sisanya yang dari masa-masa sebelumnya tidak banyak catatan. Tetapi, di beberapa tempat, seperti Makassar digunakan kata wabah besar,” kata pria pendiri penerbitan komunitas bambu ini.

photo
Suasana di Hindia Belanda (Indonesia) pada tahun 1818 semasa terjangkitnya fluspanyol. - (Wikipedia)

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda di Batavia, pemerintah saat itu sempat meremehkan sejumlah wabah yang sedang melanda Batavia. “Sewaktu masa kolonial. Misalnya malaria di Batavia tidak banyak yang dilakukan selain ramai-ramai bertaubat, berdoa beberapa lagi pilih mengungsi, sementara pemerintah lambat bertindak. Kelambanan pemerintah tak hilang setelah berabad lamanya ketika Hindia Belanda diserang Flu Spanyol. Dokter rumah sakit juga bingung. Padahal awalnya mereka terkesan menyepelekan seirama dengan pemerintah kolonial,” ujar pria yang lahir pada 12 Februari 1972 ini.

Bergeser ke timur Nusantara. JJ Rizal merawikan wabah demam pernah menyerang Pulau Banda, Maluku pada abad 16. Selain itu Pulau Banda juga diserang Wabah Sampar atau pes (plague). Wabah yang ternyata juga ditemui di Sumatra Jawa, Bali dan Makassar adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis.

photo
Perbatasan Malang dijaga militer kolonial saat mewabahnya pes pada 1910-1911. - (Th de Voegel/Koleksi Syefry Luwis)

Dilansir dari Skripsi Syefri Luwis, “Pemberantasan Penyakit Pes di Malang 1911-1916” (Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008), hlm. 40, Penyakit pes menyerang pada daerah yang udaranya sejuk. Hal ini disebabkan karena penyakit pes bersumber pada pinjal (kutu). Pinjal lebih aktif bergerak dan lebih tahan hidup di daerah yang berhawa sejuk sekitar 17–23 derajat celcius. Selain itu Pinjal hidup dan berkembangbiak pada tubuh tikus.

Wabah lainnya adalah penyakit dada. Pada abad 16, wilayah Makassar dan Kerajaan Mataram di Pulau Jawa diserang wabah penyakit dada. "Puluhan ribu jiwa meninggal dunia," kata JJ Rizal.

Berangkat dari rentetan sejarah Nusantara pernah dilanda wabah, JJ Rizal berpesan agar pemerintah Indonesia yang sedang menangani virus covid-19 mempercayai data ilmiah dan ahli kesehatan. “Hari-hari mendatang, kita masing-masing harus memilih mempercayai data ilmiah dan ahli kesehatan, ketimbang teori konspirasi yang tidak berdasar dan politisi yang mementingkan diri sendiri," tutur dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement