REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terapi plasma darah atau konvalesen untuk pasien COVID-19 bergejala berat menunjukkan hasil menjanjikan. Meski efektivitasnya perlu dibuktikan melalui penelitian dengan subjek penelitian yang lebih besar.
"Kalau melihat datanya, promising (menjanjikan) karena datanya kecil-kecil, tetapi belum bisa untuk mendapatkan data yang cukup untuk melihat dalam satu persentase," kata Dokter Spesialis Hematologi dan Onkologi, Dr dr Lugyanti Sukrisman, SpPD-KHOM, dalam diskusi online yang diselenggarakan oleh Indonesian Clinical Training and Education Center (ICTEC) dan Bagian Penelitian RSCM-FKUI di Jakarta, Selasa (5/5).
Lugyanti mengatakan, hal itu karena sampel dan subjek yang belum banyak dan masih ada penelitian terapi plasma darah yang masih berjalan hingga sekarang. Tetapi secara uji klinis sejauh ini hasilnya cukup menjanjikan, meski harus dibuktikan dengan suatu penelitian dengan desain yang baik.
Lugyanti menjelaskan, terapi plasma darah adalah jenis terapi yang ditujukan untuk pasien COVID-19 dengan gejala berat. Metode yang dilakukan untuk terapi ini adalah dengan mengambil plasma konvalesen dari pasien positif COVID-19 yang sudah dinyatakan sembuh selama empat pekan.
Plasma dari darah tersebut akan ditransfusi ke pasien bergejala berat dengan tujuan antibodi dalam plasma akan bekerja membantu menetralisir virus yang ada di dalam tubuh. Beberapa penelitian sudah dilakukan terkait terapi itu dengan salah satunya adalah uji terhadap lima pasien di Shenzhen di China dalam rentang 20 Januari-25 Maret 2020. Hasilnya menunjukkan ada perbaikan signifikan dari kondisi pasien.
Namun, menurut Lugyanti, hasil dari penelitian itu masih masuk dalam data kecil meski menjanjikan. Diperlukan uji klinis dengan subjek yang lebih banyak untuk keperluan regulasi.
"Plasma konvalasen adalah suatu pasif antibodi menunjukkan hasil yang menjanjikan pada kasus SARS-CoV-2 yang berat, tetapi masih dalam jumlah subjek atau pasien yang terbatas," kata dia.