Jumat 29 May 2020 11:42 WIB

Emha dan Ebiet Diawal Karier: Dari Penyair, Camelia, Kyai

Sedikit Cerita tentang Cak Nun dan Ebiet G Ade

Red: Muhammad Subarkah
4 E: Emha, Eha Kartanegara, Eko Tunas, dan Ebiet G Ade dalam sebuah acara.
Foto:

AWAL sampai pertengahan 1970-an, para penyair Yogyakarta sering berkumpul di Jalan Malioboro. Mereka berkumpul di sekitar Umbu Landu Paranggi, pengasuh rubrik Sastra di Mingguan Pelopor. Umbu kemudian "dinobatkan" menjadi Presiden Penyair Malioboro.

Sesudah Umbu pergi dari Jogja dan kemudian menetap di Bali, jabatan Presiden Penyair Malioboro diam-diam diserahkan kepada Cak Nun. Di antara "anggota" Kelompok Penyair Malioboro, terdapatlah Ebiet G. Ade yang di akhir 1970-an meroket popularitasnya lantaran mengeluarkan album musik.

Lagu-lagu Ebiet yang berlatar belakang penyair itu segera saja memikat hati masyarakat. Siang dan malam, di mana-mana terdengar lagu Ebiet "Lagu untuk Sebuah Nama", "Camelia", dan lain-lain.

Di tengah popularitas Ebiet yang sedang terus menanjak, Panitia Karangmalang Ramadhan II  IKIP Yogyakarta yang dipimpin Wardani Zulfa menyusun jadual acara. Seperti biasa, setelah shalat tarawih acara disambung, secara selang-seling, dengan ceramah, diskusi, dan pentas seni.

Ceramah dan diskusi diisi oleh tokoh-tokoh seperti Pak A.R. Fachruddin, M. Amien Rais, A. Syafii Maarif,  Lafran Pane, Hussein Ahmad, Dochak Latif, Endang Saifuddin Anshari, Mawardi Noor, 'Imaduddin 'Abdul Rahim, dan Kuntowijoyo.

Untuk pentas seni, tahun sebelumnya Panitia pernah menampilkan Braga Stone, dan Bimbo.

Tahun itu, panitia merencanakan akan menampilkan Ebiet G. Ade. Namun saat  itu ada soal lain, barangkali saking bersemangatnya, rancangan acara yang belum dikonfirmasi itu sudah diumumkan ke media massa.

Ebiet G. Ade – Album ke-1 – Camellia I | Armin - Weblog

Dekat menjelang jadual Ebiet, datang kabar bahwa Ebiet yang tidak pernah dihubungi, merasa namanya dicatut. Ebiet marah, dan tidak bersedia tampil di Karangmalang Ramadhan II.

Dengan wajah pucat, dalam rapat evaluasi kegiatan, Zulfa menyampaikan kemarahan dan ketidaksediaan Ebiet mengisi acara. "Bagaimana ini? Padahal berita Ebiet akan mengisi acara di kampus kita, sudah tersebar luas."

Untunglah di antara Panitia ada Anwaruddin, biasa dipanggil Awang, yang satu tanah kelahiran dan satu kelas saat bersekolah di SMA Muhammadiyah I. Panitia kemudian menugasi saya selaku anggota Panitia Pengarah bersama  Zulfa, dan Awang  untuk menemui Ebiet.

Malam itu, kami menemui Ebiet di kamar kontrakannya di Kadipaten. Dengan berkain sarung dan berkaos kaki, Ebiet menerima kami di kamarnya yang sederhana. Malam itu saya tidak melihat tanda-tanda sedang berbicara seseorang yang sedang memuncak popularitasnya.

Malam itu, berkat hubungan akrabnya  dengan Awang, Ebiet yang oleh Awang disapa Abiet, "menyerah". Dia bersedia mengisi acara di Karangmalang Ramadhan dengan syarat Panitia harus memberi honor Rp 25.000,00 yang mesti dibayarkan persis sesudah pentas selesai. Uang Rp 25 ribu di masa itu sungguh sangat besar bagi Panitia. Di masa itu, harga bensin Rp 30,-/liter.

Setelah pontang-panting Panitia mencari dana, termasuk merogoh kantong sendiri, akhirnya terkumpul dana Rp 25 ribu.

Dengan perasaan lega, Panitia menyaksikan jamaah yang membludak tidak menyisakan satu incipun ruang kosong. Entah, apakah jamaah datang untuk menyaksikan penampilan Ebiet yang malam itu tampil bergitar membawakan lagu-lagu kombinasi antara yang sudah dengan yang akan beredar; atau mau shalat tarawih, atau untuk kedua-duanya.

Selesai acara, di ruang rapat, Panitia menyerahkan honor Rp 25 ribu kepada Ebiet yang menerima dengan mimik serius, dan menghitung juga dengan mimik yang tidak kurang seriusnya.

Selesai menghitung, Ebiet berkata bahwa jumlah uangnya sama dengan kesepakatan. "Alhamdulillah. Terima kasih. Uang ini saya terima," ujar Ebiet. Panitia bernapas lega. "Akan tetapi," kata Ebiet lagi. Panitia menahan nafas. "Apalagi?" bisik seseorang di sebelah saya, pelan. Pelan sekali.

"Uang ini saya sedekahkan kembali untuk mendukung kegiatan Panitia. Saya tahu, kegiatan ini memerlukan dana yang tidak sedikit."

"Alhamdulillah. Terima kasih," sahut Panitia serempak.

"Maafkan, saya telah menyusahkan teman-teman semua. Saya hanya ingin kita semua bekerja dengan penuh tanggung jawab dan saling menghargai sesama...," ujar Ebiet. Kali ini dengan wajah yang penuh senyum.

  • Keterangan foto: Poster dan foto Ebiet G Ade saat tampil pada pentas Ramadhan di IKIP Yogyakarta tahun 1979.

                                            *******

Akhirnya semua cerita itu kini menjadi kenangan manis. Atas semua itu tentu saja kami ucapkan terima kasih atas semua jasa yang tak bisa terlupakan. Selamat kepada Cak Nun yang berulang tahun beberapa hari lalu, dan selamat ulang tahun juga kepada Ebiet G Ade yang berulang tahun sebulan lalu, di akhir April. Semoga keberkahan hidup dan ridha illahi memayungi anda dan kita semua.

 

---------------------

* Lukman Hakiem: Selain peminat sejarah, staf mantan perdana menteri M Natsir dan staf ahi Wapres Hamzah Haz, dia juga mantan anggota DPR dan Pengurus DDII Pusat. Tahun 1970-an hingga awal 1980-an menjadi  akitivis dan Ketua Korkom HMI IKIP Jogjakarta. Setelah itu menjadi anggota DPR dari PPP. Menulis berbagai biku soal sejarah, politik, dan tokoh yang terkait dengan ke Islaman. Karya terkahirnya yang menjadi best seller adalah soal biografi Ketua Umum Masyumi dan Perdana Menteri pertama RI, M Natsir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement