REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Abi Rekso (Analis Kebijakan Publik)
Stabilitas pemerintahan kian terganggu setelah dua Menteri Kabinet Presiden Jokowi, terseret kasus korupsi. Yakni, Menteri KKP dan Menteri Sosial. Keduanya adalah kader partai pendukung Jokowi-Ma'ruf pada putaran Pilpres 2019.
Kejadian yang berturut-turut ini bukan saja mencengangkan publik luas, namun juga menjadi tamparan kuat kepada para pendukung Jokowi yang selama ini konsisten melawan budaya korupsi dalam pemerintahan.
Sikap Presiden Jokowi yang mendukung segala bentuk penegakan hukum, tanpa pandang bulu adalah sebuah sikap yang patut diacungkan jempol. Artinya, dalam urusan korupsi Presiden Jokowi tidak pandang bulu. Setelah sebelumnya Idrus Marham sebagai Menteri Sosial juga pernah tersangkut masalah korupsi.
Menanggapi kegentingan ini, kebutuhan reshuffle semakin nyata. Sudah saatnya Presiden Jokowi mempertimbangkan hal ini secara segera. Reshuffle kali ini adalah kebutuhan atas menjawab kebuntuan sistem. Sudah ada dua Menteri Kabinet Jokowi yang tersangkut masalah korupsi. Sebelum catatan itu bertambah, ada baiknya Presiden mulai mempertimbangkan rombak kabinet segera mungkin.
Ini bukan soal politik akomodatif, ini tentang keberlangsungan sistem pemerintah di masa krisis pandemi. Kemudian juga muncul pertanyaan publik, apakah ada juga catatan buruk kinerja kementerian diluar dua Menteri yang tersangkut masalah korupsi? Di luar dua nama yang sudah tersangkut korupsi, menurut saya, nama Menkes Terawan juga menjadi sorotan penilaian yang kurang memuaskan.
Sektor kesehatan adalah barang publik yang sangat vital bagi masyarakat. Sudah semestinya, sejak awal orang yang memimpin Kementerian Kesehatan adalah orang yang selalu bergumul pada problem kesehatan rakyat. Bukan semata-mata orang yang meletakkan pelayanan kesehatan sebagai sektor bisnis jasa. Itu bertentangan dengan paradigma keadilan sosial.
Publik menilai absennya kepemimpinan birokrasi dan komunikasi publik selama Menteri Terawan memimpin. Kedua hal tersebut dianggap sangat buruk. Hal itu juga yang membuat Kementerian Kesehatan semakin tidak berperan selama pandemi. Bahkan ,dalam banyak survei independen menjelaskan bahwa jika terjadi Reshuffle Kabinet maka posisi Menkeslah yang paling awal diminta publik untuk diganti.
Survei Datalyst Center menjelaskan, dari 2,2 juta pembicaraan publik selama Juli hingga November, nama Terawan mendapatkan 74 peesen sentimen yang paling buruk. Indonesia Political Opinion merilis bahwa 57 persen dari pembicaraan terkait Presiden Jokowi menuntut pencopotan Menteri Terawan. Dan yang terakhir soal kinerja kementerian yang di rilis Vox Populi Research Center merilis Menteri Terawan kinerjanya 0,1 persen. Artinya, sangat tidak kredibel kinerjanya.
Selama menjabat, Menkes sama sekali tidak terlihat kepemimpinan baik secara birokrasi maupun sektor kesehatan. Terlihat Menteri tidak bisa menguasai birokrasi di Kementerian. Maka semua hal macet dan tidak produktif. Juga dalam bentuk komunikasi kepada publik. Banyak pertanyaan publik yang tidak direspons atau diinformasikan terkait situasi dan kondisi selama pandemi.
Hal ini juga tentu menimbulkan banyak pertanyaan publik, apa saja sih kerja sang menteri? Sebagai penutup, kasus kepemimpinan Menkes harus menjadi perhatian khusus Presiden Jokowi, untuk mencari figur lain yang sesuai dengan kriteria kepemimpinan, komunikasi publik, dan keberpihakan pada kesehatan rakyat. Bukan semata-mata fokus pada sektor bisnis kesehatan yang membuat biaya sehat menjadi lebih tinggi.