REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ina Salmah Febriani*
Alhamdulillah, dengan penuh suka cita, sebagian besar umat Islam menyambut salah satu bulan mulia (syahr haram), bulan rajab yang kian mendekatkan kita ke bulan suci Ramadhan. Ungkapan suka cita itu termanifes dalam beragam bentuk, ada yang lebih rajin mengkaji al-Qur’an, memperbanyak shalat malam, merutinkan sedekah, sampai berupaya puasa sunnah.
Terkait berpuasa di bulan Rajab, memang tidak ada ketentuan khusus atau hadits yang dijadikan rujukan. Jikapun ada, hadits itu dha’if (lemah) dan tertolak. Namun demikian, ada satu hadits yang menganjurkan umat Islam untuk merutinkan berpuasa sunnah pada bulan-bulan haram, meski tidak khusus hanya di bulan rajab karena bulan haram itu ada empat yakni Zulqa’dah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab. Bulan haram artinya bulan yang mulia. Allah memuliakan bulan ini dengan larangan berperang.
Rasulullah SAW bersabda kepada Abdullah bin Harits yang bertanya tentang puasa sunnah kepada beliau: “Berpuasalah kamu di bulan kesabaran (Ramadhan), kemudian berpuasalah tiga hari setelahnya, dan kemudian berpuasalah pada bulan-bulan haram”. (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'i dan Ibnu Majah).
Hadits di atas dijadikan landasan oleh kalangan mu’minin di masa setelahnya untuk juga meningkatkan puasa sunnah di empat bulan haram tersebut sebagai bentuk pemuliaan terhadap bulan haram. Beberapa ulama salaf yang melakukan puasa di semua bulan haram, di antaranya: Ibnu Umar, Hasan Al-Bashri, dan Abu Ishaq As-Subai’i. Bahkan, dalam kitab Latha’iful Ma’arif, Imam Ats-Tsauri mengatakan, “Bulan-bulan haram, lebih aku cintai untuk dijadikan waktu berpuasa.”