Oleh : Elba Damhuri, Kepala Republika Online
REPUBLIKA.CO.ID, Era bank digital tak terelakkan lagi. China, Jepang, Korea, Australia, Singapura, hingga Inggris telah memiliki bank-bank digital berkelas yang memberikan dampak pada usaha kecil menangah.
Di Indonesia, sejumlah bank pun sudah bertransformasi menjadi bank digital. Sebut saja BTPN dengan Jeniusnya, yang menjadi pionir bank digital di Indonesia.
Ada DBS dengan Digibank, Bank Jago, BCA setelah membeli Bank Royal, hingga Bank Harda yang dikuasai konglomerat Chairul Tanjung. Semua berderap masuk ke bank digital untuk menjawab kebutuhan layanan jasa dan produk perbankan yang lebih mudah, cepat, dan aman.
"Transformasi teknologi telah mengubah perilaku masyarakat dalam melihat perbankan," kata Brett King, seorang futurist dan penulis buku 'Bank 4.0: Bank Everywhere, Never at a Bank'.
Dalam bukunya 'The King of Disruptors', Brett King menyebutkan transformasi digital ini berdampak pada pentingnya pembaruan layanan perbankan (future services) dan penyediaan kanal kolaborasi banyak saluran (omni channels).
King juga menekankan arti penting pengalaman matang di dunia perbankan (banking experiences) untuk membuat transformasi perbankan berjalan lancar. Dan, pentingnya sebuah bank memberikan dukungan digital kepada masyarakat dalam memenuhi berbagai kebutuhannya.
Pada sisi lain, Indonesia Fintech Society (IFSoc) memprediksi bank digital berpotensi tumbuh pesat pada 2021.
Anggota Steering Committee IFSoc Yose Rizal Damuri mengatakan IFSoc percaya bank digital akan mengubah landscape industri perbankan. Apalagi, masih ada 50 persen masyarakat belum memiliki akses penuh terhadap layanan perbankan. "Bank digital akan mempercepat penetrasi layanan perbankan terutama ke daerah-daerah terpencil dengan biaya lebih rendah,” kata Yose.
Berdasarkan survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat inklusi keuangan di Indonesia mencapai 76,19 persen pada 2019. Sementara, literasi keuangan hanya 38,03 persen pada akhir tahun lalu. Ini artinya masih terdapat kesenjangan inklusi dengan indeks literasi keuangan, yang menunjukkan pemahaman masyarakat akan produk keuangan. Banyak pengguna produk keuangan di Indonesia yang belum tahu dan terampil menggunakan produk keuangan secara efektif.
Bank Dunia mendefinisikan inklusi keuangan sebagai akses terhadap produk dan layanan jasa keuangan seperti transaksi, pembayaran, tabungan, kredit atau pembiayaan dan asuransi yang digunakan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Literasi keuangan merujuk pada pengetahuan dan pemahaman atas produk dan jasa keuangan serta konsep dan risiko keuangan. Juga, keterampilan, motivasi, serta keyakinan untuk menerapkan pengetahuan dan pemahaman yang dimilikinya tersebut dalam rangka membuat keputusan keuangan yang efektif, meningkatkan kesejahteraan keuangan (financial well being) individu dan masyarakat, dan berpartisipasi dalam bidang ekonomi.
Jika inklusi sudah tahap aksi, literasi masih pada tahap tahu atau tidak.
Inklusi keuangan diartikan sebagai ketercakupan keuangan sampai lapisan bawah, sedangkan literasi keuangan adalah kondisi di mana seseorang yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang keuangan atau edukasi keuangan.
Bank Dunia sendiri mencatat orang dewasa yang telah memiliki rekening bank di Indonesia pada 2017 lalu hanya 48,9 persen. Data menyiratkan masih adanya jurang cukup besar antara pencapaian dan target yang harus dicapai di industri keuangan.
Membesarnya Transaksi Digital
Ini sebuah tantangan serius. OJK dan Bank Indonesia (BI) harus mengubah persepsi regulasi digital selalu kalah dengan transformasi ekosistem dan teknologi digital itu sendiri. Regulasi digital banking yang dibentuk masih kalah cepat dengan laju inovasi berbagai produk keuangan maupun model bisnis bank digital.
Laju bank digital ....