REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Program studi (Prodi) di Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian (FPP) Universitas Diponegoro (Undip) menyiapkan lulusannya dengan pengetahuan digital farming. Hal ini dilakukan melalui program program pengiriman tenaga pengajar(dosen) dan mahasiswa ke kampus-kampus di negara yang pertaniannya telah maju, seperti Jepang, China dan Korea Selatan.
Ketua Departemen Pertanian FPP Undip Didik Wisnu Widjajanto mengatakan selain mengirim ke beberapa negara yang maju dalam pertaniannya, juga dilakukan kuliah umum oleh para praktisi pertanian moderen yang sudah berhasil.
“Upaya tersebut bertujuan untuk mendekatkan pemahaman para mahasiswa kepada dunia kerja di bidang pertanian modern,” ungkapnya, dalam keterangan pers, di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (10/3).
Didik mengungkapkan, pengetahuan tentang pertanian digital akan menjadi dasar bagi berbagai konsepsi manajemen penyediaan kebutuhan pangan hayati, bagi masa depan dunia.
Sementara berbagai konsep seperti smart farming, urban farming maupun precision farming semuanya bakal berkaitan erat dengan ketrampilan digital.
“Di lain pihak, sejauh ini juga belum ada mata kuliah yang spesifik mapupun transfer pengetahuannya melalui kegiatan seminar, kuliah umum, pemagangan maupun belajar di kampus-kampus luar,” ucap dia.
Dalam rangka mendorong program- program tersebut, beberapa dosen FPP juga sudah mulai memasukan pemahaman- pemahaman tersebut melalui mata kuliah yang diampunya. Sebab, memasukan mata kuliah baru tidak semudah yang dibayangkan, meski secara riil ada kebutuhan.
“Kalau menjadi mata kuliah agak rumit karena harus ada peninjauan kurikulum, sementara kurikulum sering berubah,” tegasnya.
Ia juga menjelaskan, prinsip yang dipegang sementara ini adalah mahasiswa tahu gambaran kondisi yang harus dihadapi di masa mendatang.
Karena itu mendekatkan dengan industri dan belajar di kamapus yang memiliki pertanian modern menjadi pilihan agar setelah lulus mahasiswa tidak kaget melihat kenyataan yang bakal dihadapi.
Mengenai benchmark untuk program digital farming ke kampus- kampus maju di Asia Timur, masih kata Didik, dilakukan dengan pertimbangan ketersediaan jaringan kerja sama. Ada pula pertimbangan iklim dan budaya pangan yang relatif lebih dekat. Misalnya, sama- ama mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok, sementara sayur dan buah-buahannya juga banyak yang sama.
“Meski sejumlah negara di kawasan Eropa juga memiliki pertanian yang lebih maju, tapi faktor iklim yang sangat berbeda, menjadi salah satu kendala penerapannya dalam praktek di lapangan,” tegasnya.