Oleh : Ichsan Emrald Alamsyah*
REPUBLIKA.CO.ID, Dalam beberapa pekan terakhir, warganet atau sinonimnya netizen melakukan beberapa kali melakukan penyerangan ke lembaga atau individu asing. Umumnya, warganet melakukan penyerangan karena mereka menilai lembaga, akun, pengembang aplikasi tersebut merugikan Indonesia atau warga negara Indonesia.
Sebut saja Microsoft, Dayana selebgram asal Kazakhstan, aplikasi permainan Chess.com beserta Levy Rozman alias GothamChess dan terakhir akun Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF). Sebelumnya, bahkan warganet menyerang akun resmi negara Vanuatu dengan kata-kata rasialis dan seksis. Caci maki, bahkan ancaman yang dilakukan warganet, khususnya berdasarkan pengakuan Levy Rozman soal ancaman kepada dia dan kekasihnya, membenarkan laporan Microsoft.
Baru-baru ini Microsoft merilis laporan terbaru Digital Civility Index (DCI) yang mengukur tingkat kesopanan digital pengguna internet dunia saat berkomunikasi di dunia maya. Nah, hal yang membuat sebagian warganet jengkel adalah hasil laporan yang menyebutkan warganet Indonesia menempati urutan terbawah se-Asia Tenggara.
Tingkat kesopanan warganet Indonesia memburuk delapan poin ke angka 76 di mana semakin tinggi angkanya, tingkat kesopanan semakin buruk. Warganet paling ramah di Asia Tenggara ditempati Singapura, berikutnya Malaysia, Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, dan terakhir Indonesia.
Sementara itu, menurut penulis, yang unik adalah kemunduran tingkat kesopanan paling banyak didorong pengguna usia dewasa dengan persentase 68 persen. Warganet 'dewasa' yang harusnya tahu mana yang benar, salah, dan mampu menahan emosi, justru menjadi aktor utama perilaku tidak sopan.
Hal ini sebenarnya mengingatkan penulis ketika menjadi anggota di Forum Kasak-Kusuk atau Kaskus. Ketika baru menggunakannya, penulis cukup kaget dengan ucapan hingga umpatan kata di forum. Awalnya kaget hingga kemudian menjadi hal yang penulis anggap biasa alias menerima saja kata-kata, ucapan-ucapan, atau kalimat-kalimat yang sangat banal ini.
Cuma yang sedikit menggelitik pikiran penulis, kira-kira adakah konsekuensi dari penyerangan online tersebut? Kira-kira apakah yang dipikirkan warganet asing terhadap ketidaksopanan tersebut?
Karena kalau dipikir-pikir, sebenarnya mereka yang diserang netizen Indonesia juga tidak rugi-rugi banget. Kalaupun akun hilang, pun bisa dibuat lagi.
Sementara, bagaimana dengan kita bangsa Indonesia terkait konsekuensi yang harus diterima. Kemungkinan dalam jangka pendek dianggap tidak sopan dan membuat warga asing berhati-hati menyinggung orang Indonesia.
Dalam jangka panjang, apa tidak mungkin memengaruhi pariwisata Indonesia bila warganya dianggap tidak sopan. Selain itu, bila terus-terusan merundung warga asing, apa tidak khawatir dengan warga Indonesia yang tinggal di negara asing.
Karena, apa pun reaksi umumnya memunculkan reaksi, dan pasti ada konsekuensi dari tindakan masyarakat Indonesia, yang dengan ganasnya menyerang dengan dalih-dalih nasionalisme. Selain itu, makin mengingatkan penulis pada cicitan komika senior Pandji Pragiwaksono. Bahwa saat ini menurut penulis orang Indonesia bagaikan masyarakat tanpa social skills, tetapi memiliki social tools.
*) Penulis adalah Redaktur Republika.co.id
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement