REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sedang menyiapkan Permendikbud tentang Pencegahan dan Penanganan Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Mendikbud Nadiem Makarim menegaskan, tidak ada toleransi bagi kekerasan seksual di satuan pendidikan.
"Kita akan sangat hipokrit kalau kita mengajarkan Pancasila, tapi aspek-aspek Ketuhanan Yang Maha Esa dan moralitas tidak kita junjung tinggi," kata Nadiem, dalam keterangannya, Rabu (28/4).
Dia menekankan, pemerintah harus melindungi mereka yang terkena pelecehan dan kekerasan seksual. Jika pemerintah tidak hadir untuk menciptakan ruang publik untuk memusnahkan hal-hal negatif kekerasan seksual, maka masyarakat akan merasa kesulitan.
Menurutnya, esensi dari merdeka belajar adalah murid merasa sepenuhnya merdeka di dalam lingkungan belajarnya, termasuk dari kekerasan seksual. "Bagaimana mau merdeka belajar kalau murid-murid kita tidak bisa merdeka dari kekerasan seksual?" kata dia lagi.
Dia menekankan, Kemendikbud berupaya menerapkan nilai-nilai Pancasila untuk menghapus tiga dosa besar di dunia pendidikan, yaitu intoleransi, kekerasan seksual, dan perundungan. Meskipun ketiga topik tersebut terlihat berbeda, tetapi sebenarnya serupa yaitu berkaitan dengan krisis moral dalam institusi pendidikan.
“Ini adalah gejala krisis moral dalam institusi pendidikan dan masyarakat kita. Jadi, agar anak-anak kita bisa merdeka belajar, mereka harus bisa merdeka dari intoleransi, kekerasan seksual, dan perundungan. Merdeka dari apapun yang akan menjajah potensi, kesehatan mental mereka. Karena itulah Merdeka Belajar tidak dapat dipisahkan dari upaya kita mendobrak tiga dosa ini,” kata Nadiem.