REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kerja secara hibrida, campuran bekerja di kantor dan di luar kantor belakangan ini semakin populer. Kerja secara hibrida merombak pola kerja dan pemahaman mengenai kantor atau tempat bekerja.
"Kerja hibrida mendorong kita untuk mengesampingkan asumsi lama tentang bagaimana orang perlu bekerja di tempat yang sama, pada waktu yang sama, agar dapat menjadi produktif dan membawa dampak nyata. Ini adalah perubahan besar," kata Presiden Direktur Microsoft Indonesia, Haris Izmee, dalam siaran pers, dikutip Sabtu (1/5).
Kerja hibrida berupa campuran model kerja. Sejumlah karyawan bekerja di kantor, lainnya bekerja dari jarak jauh. Sejak pandemi virus corona, banyak perusahaan yang menerapkan metode kerja ini untuk menjaga jarak fisik dan agar kapasitas kantor tidak penuh.
Microsoft dalam laporan Work Trend Index 2029 The Next Great Disruption Is Hybrid Work - Are We Ready? melaporkan ada peluang dan tantangan dengan pola kerja hibrida, termasuk di Indonesia.
Kerja dari jarak jauh selama setahun belakangan terbukti memberikan keleluasaan bagi karyawan dan waktu yang lebih banyak untuk keluarga. Meski pun begitu, ada beberapa hal yang harus diwaspadai seperti interaksi dengan rekan kerja menurun (40 persen) dan beban kerja bertambah (61 persen).
Karyawan juga mengalami kelelahan digital, salah satunya karena intensitas dan durasi rapat. Microsoft juga menemukan ada kesenjangan antara apa yang dirasakan pemimpin perusahaan dengan pekerja. Di Indonesia, 53 persen pemimpin mengatakan mereka semakin berkembang, sementara 33 persen pekerja merasa perusahaan terlalu banyak meminta.
Temuan Microsoft, ada 83 persen pekerja di Indonesia yang menginginkan opsi kerja jarak jauh yang fleksibel. Sementara 72 persen pemimpin perusahaan berencana merancang ulang kantor untuk mendukung kerja hibrida. Metode kerja dari jarak jauh juga menjadi daya tarik bagi pencari kerja, opsi kerja dari jarak jauh merupakan salah satu pertimbangan utama untuk pindah kerja.