REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guna memperkuat kecakapan literasi digital para generasi muda di Indonesia timur, Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan US Consulate General Surabaya, menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang digelar pada Sabtu-Ahad, 6-7 November 2021. Program yang digelar secara daring tersebut diikuti para siswa SMU di 10 kabupaten, lima provinsi di Indonesia timur.
Deretan sekolah yang terpilih mengikuti program tersebut adalah, SMAN 6 & SMAN 15 Maluku, SMAN 7 Buru Selatan, SMAN 1 Karang Intan Banjarmasin, SMAN 1 Bati-Bati Kabupaten Tanah Laut, SMAN 1 dan SMAN 14 Gowa, SMAN 1 Pare-Pare, SMAN 2 Amlapura dan SMK PGRI Amlapura Kab. Bagli, SMAN 1 Susut, SMAN 2 Bangli, SMKN 1 Bagli, SMAN 1 Komodo Labuan Bajo, dan SMAN 1 Amarasi Barat Kabupaten Kupang.
Koordinator FGD, Ras Amanda mengatakan, program tersebut bertujuan memetakan sekaligus menggali kebutuhan generasi muda di wilayah Indonesia Timur. "Ini berkaitan dengan kompetensi literasi digital," kata Ras Amanda dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Rabu (10/11).
Amanda yang juga dosen Udayana ini menjelaskan, proses FGD dilakukan secara terpisah di setiap provinsi. Japelidi menurunkan tim FGD yang terdiri dari fasilitator, notulis, dan peneliti.
Setiap FGD mengundang 12 siswa di setiap propinsi dengan setidaknya 10 fasilitator dari 10 perguruan tinggi. Di antaranya Dr Eni Maryani (Unpad), Soraya Fadhal, M.Si (Al Azhar Indonesia), Dr Lestari Nurhajati (Institu Komunikasi dan Bisnis LSPR), Fransiska Desiana (Universitas Katolik Widya Mandira Kupang), Dr Ras Amanda dan Widiantara, M.Si (Udayana), Dr Rita Gani (Unisba), Dr Chitra Rosalin (Universitas Negeri Makasar), Dr Rini Darmastuti (UKSW), Sri Astuty, M.Si (Universitas Lambung Mangkurat).
“Program ini selain membawa misi yang sesuai dengan misi Japelidi juga harus mampu membumikan kompetensi literasi digital untuk generasi muda Indonesia Timur," kata Amanda.
Seorang peserta FDG dari SMAN 15 Maluku, Fitriyanti mengakui sudah menggunakan ponsel pintar sejak duduk di bangku sekolah dasar. “Saya pertama kali menggunakan media digital itu dari sejak SD, ketika pertama menggunakan HP (handphone), untuk mencari tugas dan bermain sosmed, Facebook langsung lanjut ke WhatsApp," ujar dia.
Semua peserta mengakui tak bisa lepas dari ponselnya sejak bangun tidur hingga menjelang tidur. Para peserta mengaku lepas dari ponsel ketika sedang di sekolah, terutama jika sekolahnya memperlakukan peraturan larangan membawa ponsel seperti di SMAN 7 Buru Selatan.
Seorang peserta FGD lainnya, Stefany M Daynti berharap perlu adanya pengawasan orang tua agar anak di bawah umur tidak salah menggunakan media digital, dan membuka konten yang negatif di media online. "Sehingga orang tua juga perlu paham literasi digital," kata siswi SMAN 1 Komodo Labuan Bajo itu.
Dalam acara tersebut para peserta antusias mengikuti kegiatan. Fasilitator FGD, Dr. Lestari Nurhajati mengatakan, para peserta tertarik dengan pendalaman tentang mendesain konten Kampanye etika, budaya dan aman bermedia digital. "Apalagi pilar kecakapan digital para peserta tidak bermasalah. Tapi kita akan analisis dahulu lebih dalam," kata Dosen Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR itu.
Sementara Tim FGD di NTT, Fransiska Desiana Setyaningsih dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang gembira para peserta bisa aktif dalam program tersebut. “Kami senang sekali karena siswa-siswa di NTT sini berani mengemukakan pendapat dan juga pengalamannya," imbuh dia.
Program dengan tajuk Empowering Eastern Indonesia Youth in Digital World itu diluncurkan untuk pertama kalinya pada awal Oktober 2021 secara daring dan akan berlangsung hingga Mei 2022. Serangkaian program telah dipersiapkan untuk para siswa di 10 kabupaten. Setelah FGD akan disusun modul dan kemudian dilanjutkan dengan pelatihan untuk siswa-siswa di 10 kabupaten tersebut.