Kelompok sampel dengan kontrol glikemik "buruk" adalah 48 persen lebih mungkin membutuhkan perawatan perawatan intensif. Mereka yang menderita diabetes tidak dapat mengontrol jumlah glukosa darah tanpa obat atau mengatur pola makan mereka, lapor studi tersebut. Namun kadar gula darah tinggi dalam jangka panjang merusak berbagai fungsi tubuh, mulai dari sistem saraf hingga sistem kekebalan tubuh.
Manajemen glikemik yang buruk menciptakan reaksi yang menyebabkan molekul yang dikenal sebagai produk akhir glikasi lanjut (AGEs) menumpuk. Produk akhir ini diketahui berkontribusi pada stres oksidatif dan peradangan yang lebih tinggi, yang merupakan faktor risiko Covid-19 serta penyakit pernapasan lainnya.
Tim awalnya melihat kontrol gula darah dan risiko patah tulang. Namun, mereka menemukan temuannya juga bisa "berguna" dalam memprediksi kasus Covid-19.
Penelitian juga menunjukkan bahwa pasien diabetes yang menggunakan obat metformin memiliki risiko 12 persen lebih rendah untuk membutuhkan unit perawatan intensif. Mereka yang menggunakan metformin dan pengobatan insulin memiliki risiko 18 persen lebih rendah, sedangkan mereka yang menggunakan kortikosteroid memiliki risiko 29 persen lebih rendah.
"Orang-orang tahu bahwa diabetes adalah faktor risiko untuk hasil terkait Covid-19, tetapi tidak semua pasien diabetes sama. Beberapa orang memiliki riwayat diabetes yang lebih panjang, beberapa memiliki diabetes yang lebih parah, dan itu harus dipertimbangkan," kata Bowen Wang, peneliti utama dan mahasiswa doktoral di lab Vashishth.
"Apa yang dilakukan penelitian ini adalah untuk membuat stratifikasi tingkat diabetes yang lebih baik dalam populasi," tuturnya.