REPUBLIKA.CO.ID, PARIS — Negara-negara anggota Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) mengadopsi perjanjian global pertama tentang etika Kecerdasan Buatan (AI), pada Kamis (25/11).
Perjanjian tersebut diadopsi oleh negara-negara anggota UNESCO dalam Konferensi Umum. Disebutkan bahwa AI memiliki potensi untuk memberi manfaat bagi masyarakat dan ekonomi dalam banyak hal, sekaligus juga menghadirkan risiko dan tantangan.
Dalam pernyataan, UNESCO mengatakan rekomendasi tentang etika AI menetapkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip umum, yang membantu menciptakan infrastruktur hukum yang diperlukan guna memastikan perkembangan teknologi tersebut secara sehat.
“Dunia membutuhkan aturan untuk kecerdasan buatan yang memberi manfaat bagi umat manusia. Rekomendasi tentang etika AI adalah jawaban utama,” ujar UNESCO dalam pernyataan, dilansir Ani News, Jumat (26/11).
Rekomendasi memiliki tiga bagian utama, yaitu nilai, prinsip, dan area strategis. Isu utama rekomedasi tersebut antara lain adalah melindungi data, melarang penilaian sosial dan pengawasan massal, hingga membantu memantau dan mengevaluasi, serta melindungi lingkungan.
Pada 7 dan 8 Desember mendatang, Forum Internasional tentang AI dan Pendidikan 2021 akan diadakan sebagai acara hibrida, yaitu terdiri dari daring dan tatap muka di Qingdao, China.
Peserta akan mempertimbangkan bagaimana tata kelola AI dan jaringan inovasi dapat ditingkatkan untuk mengarahkan kecerdasaan buatan menuju kebaikan bersama dalam pendidikan dan untuk kemanusiaan.