REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim dari Pusat Pemberdayaan Desa Institut Teknologi Bandung (P2D ITB) yang terdiri dari dosen dan peneliti dari lintas fakultas melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat di Desa Cangkring, Cantigi, Indramayu, Jawa Barat pada November 2021 lalu. Kegiatan ini merupakan tindaklanjut permasalahan turunnya hasil budidaya tambak beberapa tahun terakhir di desa ini.
"Budidaya tambak di Desa Cangkring hingga saat ini dijalankan secara konvensional, hanya mengandalkan pemberian pakan, sirkulasi air yang teratur. Permasalahannya terdapat sungai yang saat ini tidak berfungsi, sehingga sirkulasi air berjalan tidak lancar," ujar Kepala Desa Cangkring, Moch Said, dalam siaran pers, Senin (29/11).
Said mengatakan, sungai yang hendak dinormalisasi fungsi dan aliran airnya tersebut menyuplai air pada lebih dari 150 hektare tambak di desa tersebut. Itu berarti lebih dari separuh tambak di desa ini dipengaruhi oleh sirkulasi air dari sungai tersebut. Dia yakin apabila sirkulasi air sungai berjalan dengan baik, maka produktivitas dan hasil budidaya tambak akan kembali meningkat.
Beberapa dosen yang terlibat pada pengabdian masyarakat tersebut diantaranya Very Susanto dari Teknik Geologi-FITB, Endra Susila dari Teknik Sipil, dan Taufikurahman dari Biologi-SITH. Desa Cangkring dipilih sebagai lokasi pengabdian masyarakat karena lokasinya berada pada lingkar utama ITB kampus Cirebon dan masih tergolong desa tertinggal.
“Mudah-mudahan P2D dapat memberikan pendampingan, bagaimana agar produktivitas budidaya tambak di desa kami meningkat kembali”, tutur Said.
Tim P2D yang dipimpin Very Susanto melakukan kegiatan investigasi lapangan pertengahan November lalu. Program pengabdian masyarakat itu dilaksanakan dalam dua tahap kegiatan. Kegiatan survei dan pembuatan desain jembatan pendukung rencana normalisasi sungai serta pendampingan agar rencana tersebut bisa diimplementasikan.
"Kita mengharapkan desa dapat berdaya dan mandiri dalam membangun dirinya," ujar Very.
Very mengaku, pada dasarnya, pihaknya hanya menyumbang ide dan desain jembatan pendukung tersebut. Sebab, Desa Cangkring pada dasarnya memiliki anggaran sendiri dan pihak ketiga pun dapat diundang terkait dengan pendanaannya. Meski begitu, dia menyatakan, pembangunan infrastruktur dapat dilakukan secara sederhana dengan biaya yang lebih terjangkau.
"Kita ajak diskusi pihak desa dan petani tambak untuk memikirkan bersama-sama solusinya. Kerap kali pembangunan infrastruktur selalu dianggap 'wah' dan mahal, padahal kita bisa membuat yang lebih sederhana dan biaya yang lebih rendah. Gotong royong. Ini yang kita lakukan. Ini yang kita tawarkan," jelas Very.
Menurut Very, dengan pendampingan yang tepat dari para pakar dan praktisi dibidangnya, potensi ekonomi desa dapat dieksplorasi lebih lanjut. "Banyak potensi desa yang belum dioptimalkan. Dengan sinergi desa dan perguruan tinggi, diharapkan semakin banyak desa yang berkembang menjadi desa mandiri dan berdaya," kata dia.