Senin 17 Jan 2022 04:45 WIB

Presidential Treshold, Cara Alternatif Stabilkan Pemerintah

Adanya presiden treshold tak menjamin pemerinatahan stabil

Red: Muhammad Subarkah
Masyarakat sipil pemohon uji materi ambang batas pencalonan presiden (presidential treshold) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (21/6). Masyarakat sipil yang terdiri dari ahli hukum, akademisi, mantan pimpinan KPK, mantan pimpinan KPU dan pegiat pemilu tersebut meminta MK segera memproses dan memutus permohonan uji materi tentang ambang batas pencalonan presiden.
Foto:

Asumsi presidensial sebagai pemerintah stabil, kuat dan efekltif, terbukti tak simetris dalam kenyataan. Kebijakan standar gold misalnya, yang menjadi visi William McCenley pada tahun 1896, berhasil karena topangan politik.  

 Kebijakan pendirian Bank Sentral, The Federal Reserve, yang dibentuk berdasarkan The Federal Reserve Act 1913 misalnya, sukses berkat dominasi Demokrat di Kongres. Demokratlah yang mencalonkan Woodrow Wilson, sang professor berhaluan progresif ini menjadi presiden. 

Pemerintahan Wilson, mirip John  Adam pada masanya, membentuk Espionace Act 1917. Act dijadikan instrumen liberalisasi tatanan internasional, menghukum siapapun yang menantang gagasan liberalisme. Liberalisme khas Wilson, sebenarnya merupakan sarana akselerasi pembebasan, memerdekakan Negara-negara, terutama di Jazirah Arab disatu sisi. Disisi, kebijakan ini didedikasikan untuk  menghalau Komunisme internasional. 

Politik pembelahan, Demokrat vs Republik ini pulalah, yang memanggungkan Franklin Delano Rosevelt, dengan New Dealnya. Kisah suksesnya dalam mengatasi krisis ekonomi hebat tahun 1929-1933 adalah cerita dominasi Demokrat di Kongres. 

Demokrat Selatan, memang sempat menantang kebijakan Rosevelt menambahkan jumlah hakim Agung. Tetapi selebihnya, kongres membebek pada politik presiden. Itu sebabnya, mengapa periode presidensialisme Rosevelt disebut juga periode totalitarian khas Amerika.  

Sejarah akan berbicara lain, memberi takdir berbeda pada Clinton andai saja Demokrat tidak mayoritas di Kongres. Trump, mungkin akan menemui akhir yang menjengkelkan, bila saja Republik tidak mendominasi Kongres.  Unik, tetapi itulah politik. Amerika berhutang pada politik dua partai, dua aliran untuk menghasilkan pemerintaha  yang stabil. 

Sama dengan Amerika, para pembentuk UUD 1945 memang menghendaki presiden yang kuat, yang kelak disolidkan oleh MPR pada perubahan UUD 1945. Menariknya, PPKI tidak berbicara tentang parpol, sama dengan peserta Constitutional Convention Amerika di Philadelphia. Zaman berubah,  MPR 1999 justru membicarakan. 

Pemerintah yang stabil memeerlukan ketepatan mengurusnya. Bila salah urus, despotisme akan menemukan jalan mendatangi bangsa ini sebagai takdir politik yang menjengkelkan. Tidak usah peduli pada peringatan Clinton Rossiter, tentang Constitutional Dictatorship, tetapi sejarah perluasan kekuasaan presiden dalam praktek, menginspiorasi beberapa ilmuan tata Negara menyamakan presiden dengan raja. 

 

Jakarta, 15 Januari 2022

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement