REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kombinasi antibodi monoklonal diperlukan sebagai strategi penanganan dalam varian baru SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19. Antibodi monoklonal pun dibutuhkan untuk menghadapi varian omicron.
"Strategi penanganan bila bertemu varian baru ialah menggunakan kombinasi, jadi tidak menggunakan satu antibodi monoklonal," jelas Dr Ceva Wicaksono Pitoyo SpPD dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia dalam webinar bertajuk "Indonesian Congress Symposium on Combating Covid-19 Pandemic without Boundaries", Ahad (16/1/2022).
Dr Ceva mengatakan, antibodi monoklonal kombinasi bekerja untuk menargetkan RBD spike protein. Antibodi monoklonal menurunkan jumlah virus dengan efektivitas hingga 70 persen untuk mengurangi beratnya penyakit.
"Ini mungkin yang bisa kita pertimbangkan ke depan," kata yang berpraktik di RSUPN Ciptomangunkusumo, Jakarta itu.
Menurut dr Ceva, bamlanivimab dengan etesevimab masih mungkin diharapkan bekerja karena bisa menyerang virus dari dua sisi dan ini akan lebih baik pada hasilnya. Selain itu, ada juga sotrovimab yang sebelumnya bekerja pada varian alpha, beta, gamma, dan delta.
Sementara untuk omicron, para peneliti belum memiliki datanya. Akan tetapi, tampaknya omicron menurunkan kemampuan antibodi monoklonal.
"Kalau pun diberikan, tampaknya dia membutuhkan dosis yang cukup tinggi, dan mungkin tidak sebagus terhadap varian sebelumnya. Kalau pun masih bisa diberikan untuk lebih baik daripada enam antibodi monoklonal lain. Tetapi peningkatan kemampuan daya hambatnya hanya meningkat tiga kali lipat, tidak setinggi apa yang kita harapkan," kata dr Ceva.