REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Populasi penduduk berusia muda antara usia 12-20 tahun telah melaporkan beberapa kasus sindrom langka, yaitu inflamasi multisistem atau dikenal sebagai MIS-C. Kondisi itu terjadi sistem kekebalan menjadi overdrive setelah divaksinasi Covid-19, menurut laporan Lancet baru-baru ini.
Laporan tersebut mencatat, MIS-C adalah kondisi langka yang dapat terjadi dua hingga enam pekan setelah infeksi Covid-19. Pasien mengeluhkan demam dan menunjukkan tanda serta gejala keterlibatan multiorgan dengan peradangan sistemik.
"Pasien dengan MIS-C biasanya datang dengan demam terus-menerus, sakit perut, muntah, diare, ruam kulit, lesi mukokutan, dan, dalam kasus yang parah, hipotensi, dan syok," kata Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di situs web mereka, dilansir dari Fox News, Selasa (1/3).
Badan tersebut menambahkan penyakit itu mungkin dimulai berminggu-minggu setelah seorang anak terinfeksi SARS-CoV-2. Pertama kali dikenali pada April 2020, 5.973 kasus dilaporkan ke CDC antara Mei 2020 hingga November 2021. Penulis penelitian berhipotesis penyakit berkembang karena respons imun hiperaktif terhadap infeksi Covid-19 pada pasien rentan yang memiliki kecenderungan genetik untuk sindrom tersebut.
Namun, penelitian tersebut menyelidiki apakah sindrom tersebut juga terjadi setelah vaksinasi Covid-19? Studi ini menganalisis Sistem Pelaporan Kejadian Buruk Vaksin CDC untuk kasus potensial MIS-C setelah vaksinasi Covid-19 dari 14 Desember 2020 hingga 31 Agustus 2021, pada individu berusia 12-20 tahun. Studi mengidentifikasi 21 orang muda, dengan usia rata-rata 16 tahun, yang memenuhi definisi CDC tentang kondisi inflamasi.
Para peneliti mencatat semua pasien ini dirawat di rumah sakit, 57 persen dirawat langsung di unit perawatan intensif, 71 persen dengan bukti laboratorium infeksi Covid-19 pada masa lalu atau baru-baru ini, tetapi semuanya dipulangkan ke rumah. Meskipun enam orang muda dalam penelitian ini tidak memiliki bukti infeksi Covid-19 sebelumnya, para peneliti berhipotesis karena tes laboratorium memiliki sensitivitas terbatas untuk infeksi tanpa gejala.
Lebih dari 21 juta orang berusia 12-20 tahun menerima satu atau lebih dosis vaksin Covid-19 per 31 Agustus 2021, sehingga tingkat pelaporan keseluruhan untuk MIS-C setelah vaksinasi adalah 1 kasus per 1 juta orang dibandingkan dengan tingkat 0,3 kasus per 1 juta individu yang divaksinasi.
Meskipun laporan tersebut tampaknya mengkhawatirkan, tetap saja orang muda yang tidak divaksinasi masih lebih mungkin mengembangkan MIS-C dibandingkan mereka yang divaksinasi penuh, menurut laporan Today.
"Pada pandangan pertama, tampaknya membuat kita mundur dan berkata, tunggu sebentar, apakah vaksin ini berkontribusi terhadap MIS-C?” kata Dr Jim Versalovic, kepala patologi dan CO pusat komando Covid-19, pemimpin di Texas Children’s Hospital.
"Bagi saya justru sebaliknya. Ini menekankan pentingnya vaksinasi,” ujarnya menambahkan.
Studi ini menemukan 11 orang muda mengembangkan MIS-C setelah dosis vaksinasi pertama mereka dengan waktu rata-rata delapan hari sejak pertama kali vaksinasi. Namun, studi memiliki keterbatasan termasuk meremehkan tingkat semua kasus MIS-C di antara mereka yang menerima vaksin Covid-19 karena data dianalisis oleh sistem pelaporan pasif.
Para ahli juga mendesak orang tua untuk memvaksinasi anak remaja mereka karena, menurut CDC, hanya 57 persen dari anak berusia 12-17 tahun yang divaksinasi sepenuhnya. Para peneliti menyimpulkan, kontribusi vaksin Covid-19 terhadap MIS-C tidak diketahui.