Senin 21 Mar 2022 14:40 WIB

Syahrul Yasin Limpo, Pejuang Birokat Sejak Era Presiden Soeharto Hingga Joko Widodo

Nyali Syahrul Yasin Limpo luar biasa dalam menjaga integritas.

Red: Karta Raharja Ucu
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Foto:

Kemarin, saya terharu, bahkan tak terasa meneteskan air mata. Saya bangga karena komandan saya itu mendapat gelar Profesor Kehormatan dari Universitas Hasanuddin. Kampus terbaik yang namanya diambil dari Raja Gowa Sultan Hasanuddin. Gelar ini melangkapi gelar Doktor yang telah disandangnya sejak 2008 dari Fakultas Hukum Universitas Hasanudin.

Dari mimbar yang disaksikan orang-orang pandai itu, komandan berpidato dengan judul Hibridasi Hukum Tata Negara Positivistik Dengan Kearifan Lokal Dalam Mengurai Kompleksitas Kepemerintahan. Isinya penuh semangat. Menyentuh dan membuat banyak orang tercengang.

Ada beberapa hal yang menarik untuk disimak dari pidato komandan ini. Konsep hibridisasi digunakan untuk menjelaskan proses persilangan dua varietas tanaman yang masing-masing memiliki keunggulan guna menghasilkan varietas baru yang lebih unggul. Selama ini, telah YSL telah menggunakan suatu produk hybrid untuk mengatasi kompleksitas kepemerintahan, khususnya ketika menjabat sebagai gubernur dan menteri.

YSL berhipotesis capaiannya selama ini sebagai Gubernur Sulawesi Selatan dan Menteri Pertanian disebabkan oleh produk unggul di bidang tata kelola pemerintahan itu, yang lahir dari proses trial and error. Bagi komandan,  hibridisasi sebagai persilangan antara ilmu hukum tata negara positivistik dengan pengetahuan hukum dan pemerintahan yang bersumber dari kearifan lokal. Ilmu-ilmu itu menjadi kesatuan pengetahuan yang bersintesis terus menerus dan teraplikasikan dalam karier kepemerintahannya.

Meskipun sama-sama hukum publik, hukum tata negara merupakan pengaturan bernegara secara umum yang tidak hanya mengatur soal norma dasar bernegara, tetapi juga mengatur soal alat kelengkapan negara dan hubungan antar lembaga negara serta hubungan antara negara dengan rakyat. Sedangkan hukum pidana lebih mengatur soal kepentingan keamanan dan ketertiban khususnya yang terkait dengan persoalan tindakan atau perbuatan jahat yang dilakukan oleh negara atau rakyat. Adapun hukum perdata lebih kepada hubungan pribadi atau private yang berkenaan dengan soal pemenuhan hak dan kewajiban dalam perhubungan hukum.

Pimpinan negara, dipandang YSL,  perlu memahami hukum tata negara agar tidak salah mengambil kebijakan negara yang berbeda dengan kebijakan pemerintahan. Sebab kalau tidak maka hal inilah yang membuat arahan untuk mencapai kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia sulit terwujud.

Kepemerintahan telah dipahami sebagai sesuatu yang kompleks, karena ia melibatkan interaksi dari banyak komponen, interaksi dari banyak komponen itu memunculkan ciri volatilitas, ketidakpastian, dan ambiguitas. Kompleksitas adalah bagian dari VUCA (volatility, uncurtainty, complexity, ambiguity) yang tengah melanda dunia. Itu yang saya kutip dari pidato komandan.

Dalam hati, orang ini belajar di mana? Baru saya tau jawabanya karena isi pidatonya mengatakan beliau belajar secara diam-diam dari profesor, guru besar dan orang-orang terdidik selama menjabat sebagai lurah, camat, sekwilda, bupati, gubernur sampai menteri. Ternyata inilah yang namanya pengetahuan senyap. Sulit dibaca tapi itulah kenyataannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement