Jumat 15 Jul 2022 10:39 WIB

Bertumbuh di Masa Depresi Ekonomi: Kisah Satu Abad Pondok Pesantren Kauman Padang Panjang

Satu Abad Pontren Kauman Muhammadiyah Padang.

Red: Muhammad Subarkah
Kompleks Kauman Padang Panjang tahun 1936, awalnya merupakan eks Hotel Merapi.
Foto:

Dalam catatan Mailrapport 881x/1931 – di Sumatra Barat, Muhammadiyah telah mengelola 122 sekolah, mengungguli Diniyah (120 sekolah), Thawalib (44 sekolah), PII milik Kaum Tua (45), dan PERMI (4 sekolah). Catatan singkat ini sudah cukup membuktikan, meski Muhammadiyah baru berkiprah pada 1926 di Padang Panjang, enam tahun kemudian unggul dan bertahan di masa malaise.

Masih di masa malaise –Tabligh School kembali aktif pada Februari 1935. Ketika buya HAMKA kembali dari Celebes, pasca diutus Hoofdbestuur Muhammadiyah Hindia Timur, untuk menyebarkan Islam Berkemajuan di sana. Meski belajar dalam suasana keprihatinan, murid-murid Tabligh School tidak patah arang. HAMKA pun menasehati, bahwa belajar bukanlah tergantung pada kecukupan guru, sarana, dan ruang kelas. “Tapi seluruhnya bergantung pada kemauan untuk belajar,” demikian tegas putra Haji Rasul itu.

Bila murid-murid kekurangan biaya hidup, HAMKA mengizinkan untuk kembali ke kampung halamannya, guna menjemput bekal. Bila si murid berasal dari afdeling Pariaman Agam, mereka membawa kelapa, garam, dan ikan  kering. Murid yang berasal dari afdeling Tanah Datar membawa beras, sayuran, rendang, dan ikan air tawar.

Di tengah situasi ekonomi yang sulit, pada Februari 1936 sekolah pimpinan kader itu, bertransformasi menjadi Kulliyatul Muballighien. Sekolah untuk guru agama plus kader pimpinan. Kenapa tiba-tiba berubah nama?. Adalah alumnus dari Sumatra Thawalib, Diniyah School, dan Madrasah Irsyadunnas yang meminta Abdullah Kamil dan HAMKA untuk mendirikan sekolah sambungan untuk calon guru agama. 

 Tentu, permintaan ini wajar. Sebab di Sumatra Barat sekolah lanjutan guru yang ada, hanya didirikan pemerintah Kolonial Belanda. Kweekschool di Bukittinggi dan Normaal School di Padang Panjang. Namun, khusus untuk sekolah  guru agama plus kader pimpinan belum ada –termasuk di Sumatra. 

Februari 1936 resmi berdiri Kulliyatul Muballighien –yang merekrut 14 calon murid, berasal dari Sumatra Barat, dan Makasar. Putusan berani Saalah yang diddukung guru-guru Tabligh School di tengah beratnya kondisi ekonomi, cukup mencenangkan. Di tambah murid-murid hanya dibebani biaya f 0,5 –tentu saja belum mampu memenuhi kebutuhan finansial gurunya. 

Dalam bangunan sederhana, bertonggak bambu, berdinding tadir, dan beratapkan rumbia, murid-murid-murid dan guru Kulliyatul Muballighien tetap bersemangat. Pada tahun kedua (1937), kembaliKulliyatul Muballighien menerima murid-murid baru, berasal dari Lise Makasar, Pagar Alam Sumsel, Bintuhan Bengkulu, Medan, bahkan dari Perak  Malaya.

 Pasca berakhirnya malaise, dan pulihnya kondisi ekonomi di tahun 1939, murid-murid Kulliyatul Muballighien berdatangan dari penjuru tanah air. Tinta emas sekolah yang berusia 94 tahun itu, kembali diukir pada awal kemerdekaan. Seruan jihad dikumandangkan guru Kulliyatul Muballighien A.R Sutan Mansur di Kauman paada 20 Agustus 1945–sebuah  respon keras atas kembalinya Belanda,  untuk menjajah kembali Indonesia. 

Tinta emas berikutnya ditorehkan pasca kemerdekaan. Ketika Kauman menjadi saksi lahirnya Hizbullah pada 1 Oktober 1945 (Kementerian Penerangan, 1953: 553), tampilnya guru-guru Kulliyatul Muballighien di dunia birokrasi dan panggung politik, dan terpilihnya HAMKA selaku ketua Front Pertahanan Nasional. Dan, pada Pemilu 1955 terpilih tiga orang guru Kulliyatul Muballighien duduk di DPR (Saalah Jusuf Sutan Mangkuto), dan Konstituante (/R Sutan Mansur dan Abdul Malik Ahmad).

  Kini, seluruh sekolah di Kauman Padang Panjang yang berhimpun dalam Pontren Kauman Muhammadiyah dan hampir berusia 1 abad itu, menegaskan eksistesinya dengan 520 orang santri (MTs 167 orang; MA 353 orang)  , yang berasal dari seluruh Indonesia. Dari perspektif historis dan kondisi kekinian, benarlah ungkapan, “Muhammadiyah dilahirkan di Yogyakarta, dibesarkan di Kauman Padang Panjang”.    

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement