Oleh: Puji Rianto, Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia
Beberapa minggu belakangan ini, ruang publik media dihiasi berita kekerasan yang dilakukan salah seorang anak pejabat Dirjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo. Malangnya, kasus kekerasan itu membuka masalah lain karena Rafael mempunyai kekayaan yang cukup besar untuk seorang pegawai pajak. Istilah umumnya, mempunyai kekayaan di luar kewajaran.
Kekayaannya sesuai yang dilaporkan dalam Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) mencapai Rp 56,10 miliar (https://news.republika.co.id/berita/rqolqo320/warganet-kuliti-kekayaan-rafael-ayah-mario-asetnya-melimpah-di-berbagai-daerah). Anaknya yang diduga melakukan kekerasan juga mendapatkan sorotan bukan semata kekerasan yang dilakukan, tetapi karena suka pamer harta kekayaan di media sosial. Mobil Rubicon dan motor gede menghiasi laman sosialnya.
Kasus pamer harta kekayaan dan hidup mewah yang dilakukan oleh pegawai Dirjen Pajak bukanlah pertama kali terjadi. Jauh sebelumnya, kasus-kasus serupa telah muncul. Menyikapi hal itu, respon para petinggi negara adalah ASN dilarang pamer gaya hidup mewah karena melanggar norma kepantasan. Ini telah berulang kali disuarakan, termasuk oleh Presiden Joko Widodo. Namun sayangnya, seruan ini telah menenggelamkan wacana lain yang tidak kalah penting, yakni kejujuran.