Rabu 26 Jul 2023 08:29 WIB

Milad MUI ke-48: Meneguhkan Khidmah untuk Keumatan dan Kebangsaan

MUI terus berkhidmah menginspirasi bangsa dengan kearifan Islam.

Red: Erdy Nasrul
Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Foto: Republika/Havid Al Vizki
Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Oleh : Dr Amirsyah Tambunan, Sekjen MUI Pusat 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memasuki usia ke-48 tahun sejak berdiri tanggal 26 Juli 1975. Dalam kurun waktu 48 tahun ini, MUI terus berkhidmat melakukan kerja nyata.

Di antaranya dengan memperkuat jati diri MUI sebagai pelindung umat (himayatul ummat) dan pelayan umat (khodimul ummat) sehingga terwujud penguatan umat (taqwiyatul ummah). Perlindungan umat dari paham dan kayakinan yang menyimpang (sesat).

Baca Juga

Untuk itu, MUI mengemban amanah meluruskan pemahaman terkait teks dan konteks ayat seperti dalam firman-Nya:

وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً

"Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan." (QS Al Anbiya ayat 35)

Alasan berbuat buruk karena keliru memahami teks ayat ini, dan tidak tidak memahami konteksnya. Ketika manusia diuji dengan kebaikan dan keburukan, mestinya memperkuat kesabaran dengan keimanan sehingga tetap taat kepada Allah.

Karena itu, teruslah memperkuat keimanan untuk meraih hidayah Allah sebagaimana ditegaskan dalam Surat Hud Ayat 118:

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً ۖ وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ

"Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat." Dalam tafsir Ibnu Katsir, disebutkan, Allah memberi kabar, bahwa Allah mampu untuk menjadikan manusia semuanya menjadi satu umat, baik dalam keimanan.

Selanjutnya ialah mengendalikan  hawa nafsu dan menghindari prasangka dan tidak mengikuti jalan yang sesat. Ketiga, yaitu mencegah fanatik golongan dan juga menghindari tasyabbuh kepada orang yang kufur serta kagum pada cara beragama mereka dan kagum jika berkumpul bersama mereka.

Keempat, menghindari taqlid  dalam mengamalkan ajaran agama. Sebagaimana perkataan mereka:

بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا

"Kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." (QS Al Baqarah ayat 170)

Kelima, mengantisipasi agar tidak mengamalkan agama dan firqah-firqah sesat serta menggunakan akal pikiran yang sehat. Keenam, mencegah sikap berbantah-bantahan dalam masalah agama seperti hal-hal tentang Allah atau tentang Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tanpa didasari ilmu.

Ketujuh, dalam mengambil sumber ilmu agama bersumber dari Alquran dan As-Sunnah serta ijma' ulama. 

Penguatan peran kebangsaan

Lihat halaman berikutnya >>>

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement