Jumat 08 Mar 2024 00:14 WIB

Ilmuwan: Perubahan Iklim Sudah Mengubah Musim

Perubahan iklim membuat musim dingin lebih pendek dan cuaca memanas.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Tanaman memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan spesies lain terhadap iklim.
Foto: www.freepik.com
Tanaman memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan spesies lain terhadap iklim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Populasi yang tinggal di garis lintang tengah Bumi telah terbiasa dengan musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin. Bagi Anda yang berada di belahan bumi utara, Anda mungkin pernah melihat tanaman berbunga lebih awal dari biasanya. Ini bukan sekadar imaji, karena sebuah penelitian pada tahun 2022 mengungkapkan bahwa musim semi mekar sebulan lebih cepat di Inggris karena perubahan iklim.

Untuk melakukan analisa lebih dalam, Paul Ashton, kepala biologi di Edge Hill University, melakukan seri penelitian tentang musim dan bagaimana mereka dibelokkan oleh iklim yang memanas. Ia menjelaskan bahwa tanaman memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan spesies lain. Tanaman, misalnya, dapat tetap up to date dengan memperhatikan perubahan cahaya dan suhu.

Baca Juga

“Tanaman mengetahui kapan hari mulai menyusut di musim gugur, karena mereka menggunakan pigmen yang disebut fitokrom untuk mendeteksi perubahan cahaya merah. Meskipun pergeseran halus ini luput dari manusia, tanaman dapat mendeteksi transisi ini dan mulai berubah,” kata Ashton seperti dilansir The Conversation, Jumat (8/3/2024).

Seperti halnya musim gugur yang dapat merekayasa penurunan kadar hormon serotonin dalam darah manusia, tanaman yang merasakan datangnya musim dingin akan meningkatkan produksi hormon yang disebut asam absisat. Asam absisat membuat pohon meranggas merontokkan daunnya dan menumbuhkan tunas musim dingin yang tangguh dan tahan terhadap embun beku.

Menurut Ashton, suhu memberikan sinyal pada tanaman kapan harus mulai tumbuh di musim semi. Namun demikian, belum jelas bagaimana tanaman merasakan hal ini, dan Ashton memprediksi pigmen dalam sel mereka mungkin berperan.

"Tanaman merasakan hari-hari menjadi lebih hangat dan mengubah perkembangan musim semi mereka dengan cara yang mirip dengan manusia yang merasakan kehangatan pada kulit mereka, dan keluar dengan lebih sedikit lapisan pakaian," kata dia.

Di situlah perubahan iklim telah memperumit keadaan: kenaikan suhu udara telah menghasilkan musim dingin yang lebih pendek dan lebih sejuk. Sejak tahun 1986, tanaman di Inggris sekarang menyambut musim semi 26 hari lebih awal.

Pergeseran yang relatif cepat ini telah merusak pengaturan yang telah dinegosiasikan oleh tanaman dan hewan selama ribuan tahun.

"Serangga yang terbiasa memakan tanaman berbunga di bulan April mungkin akan datang sebulan lebih lambat, jika suhu yang lebih hangat membuat tanaman berbunga pada bulan Maret," kata Chris Wyver dan Laura Reeves, kandidat doktoral yang mempelajari penyerbukan dan perubahan iklim di University of Reading.

Kondisi serangga yang lapar sudah cukup buruk. Dan jika serangga terlambat muncul untuk mengunjungi calon bunga, maka seluruh ekosistemlah yang akan menderita.

"Ambil contoh burung-burung di hutan ek Eropa, seperti burung blue tit, great tit dan pied flycatcher. Ulat muncul lebih awal dari sebelumnya, dan burung-burung yang memakannya tidak dapat mengimbanginya,” kata Charlie Gardner, dosen biologi konservasi di University of Kent.

"Untuk setiap sepuluh hari kemunculan ulat, burung-burung hanya bisa bertelur tiga hingga limar hari, tergantung spesiesnya," tambah dia.

Anomali cuaca dan iklim yang memanas, juga dapat membingungkan indera satwa liar dan mengelabui beberapa spesies dengan berpikir bahwa musim telah berganti. Stuart Thompson, dosen senior biokimia tanaman di University of Westminster, menyoroti bagaimana kekeringan yang melanda Eropa pada tahun 2022 membuat beberapa pohon kehilangan daunnya - memberikan kesan musim gugur pada pertengahan Agustus.

Namun perubahan iklim tidak hanya akan menyebabkan perubahan musim. Beberapa spesies juga akan menunda hibernasi dan muncul lebih cepat di musim semi, sementara spesies lain akan tetap pada jadwal semula berdasarkan panjang hari, bukan suhu. Dan menurut Gardner, semua hal itu akan menyebabkan kekacauan.

"Jika kita ingin memiliki kesempatan untuk melestarikan planet ini dan menghindari kepunahan satu juta spesies, maka kita harus melakukan lebih dari sekadar menghentikan kerusakan iklim. Kita juga perlu berinvestasi dalam konservasi, untuk membantu tanaman dan hewan liar beradaptasi dengan perubahan yang telah kita alami. Tidak melakukan hal tersebut akan menjadi berita buruk bagi kita semua,” jelas Gardner.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement