Senin 20 May 2024 10:20 WIB

Desalinasi Jadi Solusi Murah Atasi Krisis Air Global

Proses desalinasi semakin penting seiring pertumbuhan populasi dunia.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Indira Rezkisari
CEO Tesla Inc. sekaligus SpaceX Elon Musk.
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
CEO Tesla Inc. sekaligus SpaceX Elon Musk.

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -– CEO Spacex Elon Musk mengatakan solusi untuk krisis air di dunia adalah desalinasi. Diperkirakan hanya 2,5 persen air di bumi yang diklasifikasikan sebagai air tawar, dan permintaan akan air tawar akan meningkat sekitar 40 persen pada tahun 2050.

Musk menjelaskan bahwa bumi terdiri atas 70 persen lautan dan 30 persen daratan. Sehingga ada potensi besar untuk menyelesaikan masalah krisis air.

Baca Juga

“Banyak yang berpikir krisis air tidak dapat dipecahkan. Namun pada kenyataannya, masalah itu dapat dipecahkan. Ini sangat bisa dipecahkan dengan melakukan terobosan dalam desalinasi. Dan saya pikir kita memiliki masa depan air yang cerah di depan kita,” kata Musk dalam sambutannya di pembukaan World Water Forum di Bali International Convention Center (BICC) Nusa Dua Bali, Senin (20/5/2024).

Desalinasi adalah proses menghilangkan garam dan mineral lainnya dari air laut, air payau, atau sumber air asin lainnya sehingga dapat digunakan untuk konsumsi manusia, irigasi, atau keperluan industri. Hal ini biasanya dilakukan dengan kombinasi proses seperti reverse osmosis, distilasi, dan elektrodialisis.

Proses desalinasi menjadi semakin penting seiring dengan pertumbuhan populasi dunia dan semakin langkanya sumber air tawar. Proses ini biasanya digunakan di daerah-daerah dengan akses terbatas ke air tawar, seperti daerah yang dilanda kekeringan, serta di daerah di mana kualitas sumber air yang dapat diakses rendah karena kontaminasi atau kandungan garam yang berlebihan.

Lebih lanjut Musk juga mengeklaim teknologi desalinasi air lebih murah daripada yang diperkirakan. Menurut dia, teknologi desalinasi dapat menyediakan kebutuhan air minum yang dibutuhkan dunia.

Saat ini terdapat sekitar 2,2 miliar orang tidak memiliki akses terhadap air bersih, dan jumlah ini diperkirakan akan meningkat sebagai akibat dari perubahan iklim dan pertumbuhan populasi, demikian menurut UN Water.

“Teknologi desalinasi ini telah menjadi sangat murah dan sangat mudah didapat. Jadi sebenarnya, ketersediaan air tawar hanyalah tentang energi dan transportasi,” kata Musk.

Salah satu tantangan terbesar dari desalinasi adalah konsumsi energinya. Pabrik desalinasi membutuhkan sejumlah besar energi untuk beroperasi, biasanya listrik. Dan menurut Musk, kebutuhan energi listrik tersebut bisa dihasilkan dari tenaga surya.

“Saya pikir energi surya tidak bisa diremehkan dalam hal kemampuannya. Jadi saya kira, untuk setiap kilometer persegi, terdapat daya sebesar kira-kira satu gigawatt yang sebanding dengan pembangkit listrik. Itu yang belum banyak dipahami,” kata dia.

Di sisi lain, pabrik desalinasi juga dapat mempengaruhi emisi gas rumah kaca dan konsumsi energi. Proses ini sering kali membutuhkan sejumlah besar energi, yang sering kali dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil, yang berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca dan perubahan iklim.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement