BANDUNG--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dianggap harus bertanggungjawab atas mundurnya Sri Mulyani sebagai menteri keuangan (menkeu) Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II pada Rabu (5/5). Sri Mulyani mundur dengan alasan akan menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia.
''Kemunduran Sri Mulyani terkait dengan suhu politik yang terus menggoyang pemerintahan SBY,'' ujar Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Dr Komaruddin Hidayat, yang ditemui Republika usai penandatanganan MOU peminjaman lahan dan gedung Pemprov Jabar kepada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, di Gedung Sate, Bandung, Kamis (6/5).
Sampai saat ini, kata Komaruddin, belum ada kejelasan apakah Sri Mulyani telah melakukan kesalahan publik atau pribadi. ''Jika kesalahan publik karena menjalankan tugasnya sebagai menteri, tanggung jawab ada pada presiden. Sebagai ‘pembantu’, ia pasti akan menuruti atasannya. Tapi bila ia melakukan kesalahan pribadi, harus terus dikejar,'' jelasnya.
Komaruddin menilai terdapat tiga alasan mengenai kemunduran Sri Mulyani. Pertama, secara pribadi Sri Mulyani telah lelah dan tidak tahan karena sudah berusaha tapi tidak dihargai. Kedua, pemerintah yang berusaha mendinginkan suhu politik dengan melepas kepergian Sri Mulyani. Dan yang ketiga, tekanan politik yang terus merongrong Sri Mulyani untuk mundur dari jabatannya.
''Kadang orang-orang Indonesia tidak bisa membedakan antara kritik politik dengan logika profesionalisme,'' cetus Komaruddin. ''Saya pikir mundurnya Sri Mulyani akan sangat merugikan. Dengan diangkatnya ia menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia, merupakan sebuah pengakuan dunia internasional terhadap salah satu putri Indonesia,''
Namun Komaruddin juga menyayangkan keputusan Sri Mulyani untuk mundur dari jabatannya sebagai Menteri Keuangan KIB Jilid II. Terkesan, tambahnya, Sri Mulyani lebih mementingkan masalah negara lain dengan jabatan barunya di Bank Dunia. ''Mudah-mudahan dengan jabatannya kini di Bank Dunia dapat membantu perkembangan perekonomian Indonesia,'' ucapnya.
Dengan mundurnya Sri Mulyani dari KIB II, tentunya akan semakin menggoyang pemerintahan SBY ke depan. Komaruddin mengimbau agar SBY dapat lebih tegas, jelas, dan tuntas. ''Selama ini Presiden SBY terlalu banyak kompromi. Kalau perlu SBY sudah saatnya harus otoriter,'' tegas pria yang menempuh pendidikan S3 bidang filsafat di Universitas Ankara, Turki, pada 1990, ini.