Jumat 21 May 2010 08:18 WIB

Lima Orang Ditembak Mati di Thailand Selatan

Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,NARATHIWAT--Lima orang ditembak mati di wilayah bergolak Thailand selatan, termasuk tiga warga desa dan dua pejuang Melayu, yang tertembak dalam pertempuran dengan pemerintah, kata polisi pada Kamis. Di provinsi Yala, tersangka pejuang membunuh seorang pria Melayu 46 tahun dalam penembakan berkendaraan pada Rabu sebelum membakar dia dan sepeda motornya.

Di daerah sama, seorang wanita Siam ditembak mati di toko kelontongnya. Pada Kamis pagi, dua pejuang Melayu ditembak dan tewas dalam bentrok satu jam dengan petugas keamanan di propinsi Narathiwat.

Kemudian, di propinsi sama, seorang pria Melayu 56 tahun ditembak mati oleh pejuang dalam penembakan lain berkendaraan, kata polisi.

Komandan polisi Mayor Jenderal Sayan Krasaesen memerintahkan polisi Yala siaga penuh atas kemungkinan pejuang memanfaatkan peluang menyerang, setelah kekacauan di Bangkok saat tentara menumpas pengunjukrasa penentang pemerintah. Lebih dari 4.100 orang tewas dalam perlawanan enam tahun di propinsi berpenduduk sebagian besar suku Melayu di selatan dan berbatasan dengan Malaysia, tempat kelompok bayangan pejuang tak pernah mengumumkan tujuan mereka.

Wilayah itu adalah kesultanan mandiri Melayu sampai dicaplok pada 1902 oleh Thailand, yang berpenduduk sebagian suku Siam, dan ketegangan menggelegak di sana sejak itu, yang menjadi perlawanan saat ini pada Januari 2004. Propinsi Pattani, Yala dan Narathiwat adalah bagian dari kesultanan mandiri dikenal sebagai Patani sampai dicaplok pada 1909 oleh Thailand, yang dikuasai sebagian besar suku Siam.

Penyerang itu, yang diyakini pejuang, sering menyasar suku Siam dan Melayu, yang terkait dengan negara Thailand, seperti, polisi, tentara, pejabat pemerintah dan guru. Tidak ada kelompok mumpuni mengaku bertanggung jawab atas serangan di wilayah itu, tempat sebagian besar orang berbicara dengan logat Melayu sebagai bahasa pertama mereka dan lama mengeluhkan pembedaan, khususnya dalam pendidikan dan kesempatan kerja.

Sebagian besar warga Melayu setempat menentang kehadiran puluhribu polisi, tentara dan penjaga Siam, yang dipersenjatai negara, di kawasan kaya karet itu. Selain menghadapi perlawanan di selatan, Thailand juga menghadapi tentangan di ibukota dari pengunjukrasa Baju Merah pendukung mantan Perdana Menteri Thaksin Sinawatra.

Kemeluut itu meluas ke desa wilayah timurlaut, tempat empat kantor gubernur dibakar dan sekitar 13.000 penentang pemerintah berunjukrasa, kata pihak berwenang pada Kamis. Pengunjukrasa Baju Merah di wilayah itu mengabaikan undang-undang keadaan darurat, yang diberlakukan di 23 propinsi serta ibu kota Bangkok, kata Manit Wattansen, sekretaris tetap di kementerian dalam negeri. "Kebakaran memusnahkan empat kantor propinsi hampir serentak pada Rabu petang, termasuk di Udon Thani, Khon Kaen, Mukdahan dan Ubon Ratchthani," kata Manit kepada kantor berita Prancis AFP.

Gedung kantor gubernur serta lembaga pemerintah, seperti, pajak dan pendidikan, itu rusak parah akibat serangan tersebut. Pemerintah Thailand pada Kamis memperingatkan bahwa "pejuang bersenjata" masih bersembunyi di gedung tinggi dan kuil di dekat wilayah unjukrasa menentang pemerintah yang ditumpas tentara sehari sebelumnya. "Masih ada pejuang bersenjata di gedung tinggi di daerah Ratchaprasong, Rama IV, Bon Kai dan Pratunam," kata juru bicara tentara Kolonel Sunsern Kaewkumnerd, merujuk ke daerah kekerasan pada awal pekan ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement