REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA--Penyelidikan kasus dugaan penyelewengan dana Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) Petani Tebu Rakyat di Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Jatim senilai Rp 25,9 miliar menyeret para pimpinan di institusi tersebut.
Termasuk, mantan Kepala Disbun Jatim, Subiyono. Pria yang saat ini menjabat sebagai Dirut PTPN X tersebut bakal dimintai pertanggung jawaban atas dugaan kasus korupsi.
Kepala Disbun Jatim saat ini adalah Handri Suwasono yang menjabat sejak 23 Desember 2008. Kasus penyimpangan dana itu diduga terjadi pada awal 2008 hingga Mei 2009.
Sebelumnya, Rini Sukriswati, selaku Kabid Usaha Tani Disbun Jatim, Makmun Rosyad, selaku Ketua Koperasi Usaha Bersama (KUB) Rosan Kencana dan Wahyu Teguh Wiyono, Bendahara KUB Rosan Kencana, sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim sebagai aktor intelektual yang menyelewengkan uang negara demi kepentingan pribadi.
Bob Sadino, pengacara tiga tersangka itu mengatakan, kesalahan tak bisa ditimpakan pada Rini Sukriswati, yang saat kejadian menjadi Ketua Tim Teknis PMUK Dinas Perkebunan Jatim. Namun sejak Maret 2009, dia menempati pos baru Kepala Bidang Usaha Tani Disbun Jatim. “Subiyono nggak bisa lepas tangan, dia harus ikut bertanggungjawab,” kata Bob Sadino, Jumat (28/5).
Bob melanjutkan, saat dana tersebut dikucurkan, Subiyono menjabat sebagai Kepala Disbun Jatim yang otomatis dia sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KTA) sekaligus Pembina Koperasi di instansi itu. Sebagai KTA, ujarnya, tak mungkin Subiyono tidak mendapatkan laporan penggunaan dana tersebut oleh Rini yang notabene adalah bawahannya.
Kuasa hukum asal Jakarta ini menambahkan sangat janggal dan tidak bertanggung jawab, bila Subiyono tidak membantu menjelaskan apa saja yang menyangkut tentang agrobis sehingga menyebabkan multi tafsir seperti saat ini.
Multi tafsir agrobis inilah yang menyebabkan permasalahan terhadap rencana pendirian pabrik gula PT Rosan Kencana Perkasa. Namun, terang dia, pembelian tanah di Desa Gading dan Desa Sumengko Kabupaten Mojokerto seluas 53 hektare untuk mendirikan pabrik gula itu masuk dalam neraca pengeluaran koperasi pada 31 Desember 2009 sebesar Rp 25.981.160.200.
”Jadi tanah tersebut adalah aset koperasi karena dibeli dengan uang koperasi bukan aset perusahaan. PT Rosan Kencana Perkasa belum ada asetnya apa-apa. Sehingga tuduhan bahwa pembelian tanah tersebut menjadi milik pribadi tidak benar,” tegas dia.
Sebelumnya, Kejati Jatim terus meningkatkan tahap penyelidikan menjadi penyidikan untuk mengungkap keterlibatan orang lain di luar tiga tersangka yang sudah ditetapkan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim Mohamad Anwar.