Kamis 10 Jun 2010 21:18 WIB

Video Mesum, Gejala Narsistik atau Parafilia

Red: irf
ilustrasi
Foto: Republika
ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Munculnya video mesum yang diduga melibatkan selebritis menuntut penanganan segera. Pengajar Psikomasotik, Universitas Krida Wacana, Dr. Andri, SpJK menuturkan kasus video mesum yang diduga melibatkan selebritis sangat berbahaya bagi anak-anak dan remaja bila tidak ditangani. Efek negatifnya itu bakal memberikan perspektif yang bisa melenceng bila tidak dikawal.

"Orang tua haruslah komunikatif tentang hal ini. Apalagi, anak-anak zaman sekarang banyak menghabiskan waktu di dunia maya ketimbang dunia nyata," ujar dia kepada Republika Online, Kamis pagi. Ihwal kecenderungan kegemaran masyarakat mendokumentasikan hubungan suami-istri, Andri menilai, sulit mendiagnostik apakah kasus itu merupakan narsistik, gejala membanggakan diri atau parafilia. Parafilia adalah penyimpangan gairah dalam bentuk yang sangat berat. Ini merupakan penyimpangan dari norma-norma dalam hubungan seksual yang dipertahankan secara tradisional, yang secara sosial tidak dapat diterima.

"Disini memang perlu kajian mendalam. Lihat kepentingan si pembuat video dan kondisi psikologisnya. Namun, pertanyaanya adalah perlukah kita membuat video seperti itu," ujar Andri. Selain melihat kegemaran masyarakat yang mendokumentasikan atau mempublikasikan video mesum, Andri juga menilik fenomena menarik di mana masyarakat juga gemar mencari dan menikmati dokumentasi atau hasil publikasi seseorang ketika menjalani hubungan suami-istri. "Jangan bilang pelaku video saja yang kelainan, kita ini, masyarakat yang menonton juga kelainan," tegasnya.

Kelainan ini, kata Andri, merupakan bentuk lain dari parafilia yakni voyeurisme, suatu gejala psikologis di mana seseorang akan terangsang jika melihat orang lain yang menanggalkan pakaiannya, telanjang atau sedang melakukan hubungan seksual. Selain itu, menurut Andri, kecenderungan melihat video mesum yang diduga melibatkan selebritis, juga membuat seseorang menjadi bangga atau narsis dan kemudian memamerkan kebanggan itu pada lingkungan sosial mereka.

"Ada juga yang merasa bangga sudah melihat video itu, dan ada juga yang bangga sudah menyebarkan video itu," kata dia. Namun, ia menyayangkan masyarakat tidak menyadari itu dan lebih dominan menikmati ketimbang mencegah video itu menyebar. " Kita punya hati nurani, namun, lantaran berbagai faktor, hati nurani kemudian menghilang," ujarnya.

sumber : cr2
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement