REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sekretaris Satuan Tugas Anti Mafia Hukum, Deni Indrayana mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi sebaiknya dijadikan lembaga permanen yang diatur Undang-Undang Dasar karena korupsi merupakan bagian yang inheren dari kekuasaan.
"Tidak ada salahnya KPK dijadikan lembaga permanen karena lembaga itu akan tetap dibutuhkan sampai kapanpun. Korupsi merupakan bagian yang inheren dengan kekuasaan," kata Deni Indrayana dalam diskusi bertema "Mencari Calon Pengganti Antasari" di Gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta, Jumat.
Selain Deni juga turut menjadi narasumber dalam diskusi tersebut Anggota Komisi III DPR Gayus Lumbuun, Nudirman Munir, Nasir Jamil dan Anggota DPD John Pieris. Menurut Deni, dengan mempermanenkan KPK, kewenangan lembaga itu nantinya bisa disesuaikan dengan kewenangan dan kinerja pihak kepolisian dan kejaksaan dalam upaya menekan angka korupsi.
"Mempermanenkan KPK juga bisa berpotensi untuk menghindari upaya pelemahan KPK yang terjadi akhir-akhir ini. Padahal, korupsi tidak akan pernah bisa dihilangkan, namun hanya bisa dikurangi," katanya. Deni juga merujuk kepada negara Thailand yang melembagakan KPK dalam undang-undang dasar negara tersebut. "Jadi mengapa KPK tidak permanen seperti di Thailand. KPK di Thailand ada di undang-undang dasar," katanya.
Gayus Lumbuun mengatakan, kalau memang KPK akan dijadikan lembaga yang permanen dalam undang-undang dasar, maka UUD harus diubah terlebih dahulu. Menurut dia, KPK didirikan untuk memicu (trigger) pemberantasan korupsi sehingga bisa saja tidak bersifat permanen.
Selain itu, kalau memang KPK akan dipermanenkan, maka ketuanya sebaiknya tidak dipilih untuk masa empat tahun, namun bisa dengan membatasi usia. "Kalau kita mau permanen, pimpinan KPK jangan dipilih untuk masa empat tahun, pilih batasan usia saja, misalnya 65 tahun," katanya.