REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Hakim nonaktif Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN), Ibrahim, mempunyai versi sendiri tentang kronologi penangkapannya. Ia merasa dikuntit penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, kronologis itu baru akan disampaikan saat pembelaan setelah rangkaian pemeriksaan di persidangan selesai atau sebelum vonis dijatuhkan. Hal itu karena ia menilai ada fakta yang tidak benar yang disampaikan dua saksi dari KPK yang dihadirkan dalam sidangnya hari ini. ''Ada keterangan yang tidak bisa saya terima. Nanti akan saya sebutkan dalam pembelaan saya,'' ujarnya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (28/6).
Dalam persidangan kali ini, Ibrahim yang ditangkap KPK pada 30 Maret 2010, mendengarkan kesaksian penyelidik dan penyidik KPK Indra Pranowo dan Sugeng Basuki. ''Saya mengikuti saudara Adner di mana ia terlihat mendatangi Kantor PT TUN Cikini (kantor dari Ibrahim), menggunakan mobil Honda Jazz berwarna silver,'' ungkap Indra membuka cerita.
Sesaat kemudian, mobil Adner keluar dari PT TUN yang diikuti mobil Toyota Kijang Innova hitam yang ditumpangi Ibrahim. Keduanya, lanjut Indra, berjalan masuk ke Jalan Pramuka, menuju Pasar Ginjing, Komplek TNI AL kemudian belok ke kiri, sampai ke Cempaka Putih Barat Nomor 54. Lalu, mobil milik terdakwa berhenti dan mobil yang ditumpangi Adner berada tepat di depannya.
Indra yang mengaku berada sejauh 15 meter di belakang mobil Ibrahim kemudian melihat Adner keluar dari pintu sebelah kanan dan berjalan ke arah mobil Ibrahim. Kemudian Adner memasukan bungkusan plastik hitam ke mobil terdakwa. Indra dan Sugeng bersama dengan tim penyelidik dan penyidik lainnya kemudian memberhentikan mobil keduanya yang melaju di Jalan Mardani Raya dan melakukan penangkapan terhadap Ibrahim dan Adner serta menyita barang bukti.
Penyelidik Sugeng dalam keterangannya, setelah penangkapan, mengaku melihat sejumlah uang total Rp 300 juta yang terdiri dari pecahan Rp 50 ribu dan Rp100 ribu dalam bungkusan hitam tadi.