REPUBLIKA.CO.ID, PADANG--Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto, menilai pemberitaan masalah hukum di media massa dengan mencantumkan nama lengkap dan gambar seseorang yang berkasus berpotensi terjadinya pembunuhan karakter. Ia menyatakan cara itu menjadi salah satu kondisi perkembangan media di Indonesia di era reformasi, katanya di Padang, Kamis (9/7).
"Pencantuman nama lengkap bahkan gambar seseorang yang sedang bermasalah hukum di media massa juga dapat berpotensi melanggar prinsip praduga tidak bersalah," ujarnya. Ia mengemukakan, kondisi media di era reformasi juga diwarnai masih rancunya penilaian antara fakta dan opini yang dapat menimbulkan friksi dan konflik karena sudut pandang serta penafsiran terhadap suatu aturan tertentu.
Kondisi demikian memunculkan masalah pencemaran nama baik melawan rasa keadilan masyarakat, katanya. Ia menilai, dalam proses penegakan hukum, media sudah sangat berperan dalam menegakan kebenaran. "Sebaliknya juga dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berperkara untuk menyampaikan argumentasinya terlepas dari kebenaran isi materinya," imbuh dia.
Selain itu, masih ada fenomena penggunaan media untuk "bisnis" kepentingan yang dapat mengandung potensi konflik didalamnya, tambahnya. Era informasi, kata dia, telah mendorong media berperan lebih besar mengingat prinsip transparansi menjadi kebutuhan masyarakat, dimana hak berpendapat dimuka umum termasuk hak mendapatkan informasi.
Namun, katanya, peningkatan prinsip keterbukaan nampaknya kurang diimbangi penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM) lain, sehingga timbul friksi bahkan konflik horizontal sebagai akibat euforia reformasi. Perkembangan media di era reformasi, lanjut dia, juga tidak luput sebagai alat untuk menyerang pihak lain, bela diri dan negosiasi.