Selasa 27 Jul 2010 02:05 WIB

Machicha Mochtar Perjuangkan Status Anaknya Hingga Ke MK

Machicha Mochtar dan anaknya
Foto: krosceknews.com
Machicha Mochtar dan anaknya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Aisyah Mochtar atau Machicha Mochtar, penyanyi dangdut, memperjuangkan status anaknya hingga ke Mahkamah Konstitusi (MK). Anak tersebut merupakan buah pernikahan di bawah tangannya dengan mantan Menteri Sekertaris Negara era Orde Baru, Moerdiono.

Machicha mengajukan uji materi Undang Undang No 1/1974 tentang Perkawinan. "Permohonan ini untuk anak saya, Iqbal Ramadhan, usai 14 tahun," ujarnya saat persidangan di ruang sidang pleno MK, Senin (26/07).

Pasal yang hendak diajukan uji materinya adalah Pasal 2 ayat (2) yang berbunyi 'Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku' dan Pasal 43 ayat (1) yang berisi 'Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya'.

Berdasarkan keterangan Kuasa Hukum Machicha, Oktryan Makta, anak dari penyanyi itu sampai saat ini sulit untuk mengajukan atau mendapatkan akte kelahiran yang sesuai dengan fakta pernikahan yang terjadi. Hal ini terjadi karena sang ibu kesulitan untuk mencatatkan perkawinannya dengan Moerdiono. "Anak dari klien ini kami tidak bisa mendapatkan akta kelahiran, di mana di negara ini sangat penting sekali untuk kepentingan hukumnya," ujarnya dihadapan majelis hakim.

Dua pasal tersebut, dianggap bertentangan dengan Pasal 28 huruf B Undang Undang Dasar (UUD) 1945. Di dalam pasal tersebut disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk membentuk sebuah keluarga melalui pernikahan. Anak yang dihasilkan dari pernikahan tersebut berhak mendapatkan perlindungan.

Sementara itu, anggota Majelis Hakim, Harjono, mengatakan, pemohon harus memperbaiki konstruksi dari permohonannya. Harus ada penjelasan yang runtut tentang persoalan yang menjadi dasar permohonan dan pertentangannya dengan UUD. "Argumentasi harus jelas," ujarnya. Pemohon harus bisa mempertegas apakah permohonan tersebut benar-benar karena permasalahan norma pasal dalam UU perkawinan itu.

Hal serupa juga ditegaskan oleh anggota Majelis Hakim, Ahmad Fadlil Sumadi, menurutnya secara struktur permohonan itu sudah baik. Namun dari segi isinya yang masih harus diperbaiki. "Ini in between, ini bisa norma bisa juga fakta," ujarnya.

Pemohon hanya mengatakan bahwa pasal yang diajukan bertentangan dengan UUD, tanpa dilengkapi argumentasi. Hal yang lebih banyak diceritakan justru kasus konkret yang terjadi. "Di sini itu pengujian UU, bukan pengadilan kasus konkret," tegas Fadlil.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Majelis Hakim, Maria Farida Indrati, mempertanyakan argumentasi pemohon jika Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan itu akhirnya dihapuskan. Hal ini penting untuk dijelaskan, sebab tanpa adanya pasal tersebut, status anak yang lahir di luar pernikahan akan semakin sulit. "Kalau dianggap bertentangan nanti kasihan lagi anaknya karena nanti tidak ada lagi hubungan perdata dengan ibunya. coba cari pasal lain yang bisa mendukung permohonan tersebut," jelasnya sebelum menutup persidangan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement