REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Untuk menghentikan persepsi negatif Rumah Aspirasi, Anggota Fraksi PDIP Eva Kusuma Sundari meminta agar dana Rumah Aspirasi dikelola saja oleh Sekretariat Jenderal DPR. Artinya, anggota DPR jangan dibiarkan untuk mengelola dana itu secara pribadi. Hal itu mengingat dana Rumah Aspirasi yang cukup besar, yakni Rp 200 juta/tahun/anggota.
"Buat saja Kantor Perwakilan anggota DPR di di daerah," kata Eva ketika dihubungi, Ahad (8/8). Dia mengatakan, Kantor Perwakilan itu mewakili satu orang anggota DPR di daerah pemilihan (dapil) masing-masing. Nah, Setjen yang berwenang mengelola Kantor Perwakilan itu, seperti membiayai kebutuhan operasional, menggaji staf, dan kebutuhan teknis lain.
Dari kantor itulah setiap anggota DPR menjaring aspirasi masyarakat sesuai dapilnya. Pengelolaan Kantor Perwakilan itu untuk menyiasati agar Rumah Aspirasi bisa berjalan tanpa ada kecurigaan publik karena dananya langsung dikelola setiap anggota DPR. Rumah Aspirasi memang tercantum dalam Tata Tertib DPR, di mana anggota DPR selain kunjungan kerja juga dapat membentuk rumah aspirasi yang berfungsi menerima dan menghimpun aspirasi.
"Sebetulnya itu konsep yang ada di Amerika, Kanada, dan Filipina bahwa kalau (anggota DPR) melakukan tugas negara dalam menjaring aspirasi, boleh pakai dana negara," kata Eva. Dewan Perwakilan Daerah (DPD), katanya, sudah memiliki Rumah Aspirasi yang berjalan dalam satu tahun terakhir ini. Dia menolak usulan jika Rumah Aspirasi bisa digantikan infrastruktur partai di daerah.
"Kita ini di DPR kan sudah tidak mewakili partai, tapi rakyat," kata dia. Jika memanfaatkan infrastruktur partai di daerah-daerah, maka aspirasi yang bisa dijaring adalah aspirasi kader partai saja. Sedangkan, kata Eva, anggota DPR dituntut untuk tidak primordial dan tidak mewakili partai. Masyarakat justru akan sulit jika menyampaikan aspirasi harus mengunjungi kantor partai.