REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR: Sebuah negara bagian di Malaysia Kamis meluncurkan dinar dan dirham Islam sebagai mata uang alternatif, yang memungkinkan koin emas dan perak untuk digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di samping uang kertas konvensional.
Pihak berwenang di negara bagian Kelantan utara, yang diperintah oleh partai oposisi Islam PAS, mengatakan mata uang Islam akan digunakan di banyak toko di wilayah itu, selain mata uang nasional, ringgit.
"Kami memiliki lebih dari 1.000 toko-toko yang telah mendaftar ke kampanye kami dan setuju untuk menerima dinar dan dirham untuk pembelian barang," kata menteri kabinet negara Husam Musa pada AFP.
Dia mengatakan sebuah papan penanda telah didirikan di pasar utama di ibukota negara bagian Kota Bharu untuk menampilkan tabel konversi antara dinar dan ringgit, dan toko-toko yang berpartisipasi akan menampilkan stiker untuk mendorong orang untuk menggunakan koin.
"Tanggapannya sangat positif dan semua uang yang senilai 2,0 juta ringgit (629 ribu dolar AS) telah terjual habis di peluncuran hari ini," kata Husam, yang bertanggung jawab atas perencanaan ekonomi dan keuangan.
Menurut hukum Islam, satu dinar senilai 4,25 gram emas, sedangkan dirham adalah 3,0 gram perak murni. Sebuah koin emas yang setara dengan sekitar 582 ringgit (183 dolar) sedangkan koin perak bernilai sekitar 13 ringgit, tetapi nilai-nilai mereka berfluktuasi sesuai dengan harga pasar.
Husam mengatakan mata uang dinar dan dirham juga dapat digunakan berurusan dengan lembaga-lembaga pemerintah negara, seperti membayar "zakat", atau sedekah bagi kaum miskin.
Sebelumnya, rencana penggunaan mata uang Islam ini menuai perdebatan yang panjang di Malaysia, sebuah negara mayoritas Muslim dengan komunitas besar etnis Cina dan India. Mantan Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi, yang dipromosikan Islam moderat yang menekankan pembangunan ekonomi dan ilmiah, menolak proposal penggunaan mata uang ini.
Tapi pendahulunya, Mahathir Mohamad, adalah seorang penganjur sistem dinar dan mendesak negara-negara Islam untuk menggunakannya sebagai instrumen perdagangan. Perdebatan itu mereda sejak saat ini Perdana Menteri Najib Razak berkuasa tahun lalu memberi lampu hijau bagi penggunaan mata uang ini.