REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil Ketua Komisi I DPR RI Catur Sapto Edy menilai posisi Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) lemah dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja Polri karena Kompolnas didanai oleh Polri."Yang mengawasi kepolisian hanya 50 orang anggota DPR. Sementara kewenangan Kompolnas dalam mengawasi kinerja Polri sangat lemah," katanya dalam diskusi "Mengoptimalkan Peran DPR dalam Reformasi Sektor Keamanan" di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan, meski anggaran untuk kepolisian meningkat sangat signifikan selama 10 tahun terakhir, yakni tahun 1999 sebesar Rp3,5 Triliun dan pada 2009 lalu mencapai Rp29 Triliun, namun kinerja kepolisian dalam mengamankan masih lemah.
Terlebih, lanjut dia, banyak oknum polisi yang melakukan upaya paksa untuk mendapatkan barang bukti dan pernyataan dalam BAP, padahal pembuktian hanya bisa dilakukan di dalam pengadilan."Apalagi saat ini, Polri dibawah presiden," katanya.
Oleh karena itu, ada beberapa opsi di dalam Komisi III DPR RI agar DPR bisa berinisiasi, yakni kedudukan polri dibawah Kementerian Pertahanan atau Kementerian Keamanan yang akan di bentuk secara terpisah serta Polri di bawah Kemendagri atau Kemenkum HAM."Kalau ada desakan yang kuat dari masyarakat, maka bisa dibuat akselerasi bahwa polri dibawah kementerian," kata Ketua Fraksi PAN itu.
Sebelumnya, Anggota Komisi Kepolisian Nasional Novel Ali menilai wewenang Polri di bawah Presiden sesuai yang diatur Undang-Undang Nomor 2/2002 tentang Kepolisian bukanlah "harga mati"."Saat ini berkembang wacana di masyarakat bahwa Polri sebaiknya di bawah Menteri Dalam Negeri. Wacana semacam itu harus diapresiasi, termasuk bagaimana sisi positif dan negatifnya," kata Novel Ali.
Menurut dia, apapun kebijakan yang diambil terkait wewenang Polri dibawah siapapun tentunya memiliki sisi negatif dan positif, termasuk jika wewenang Polri berada dibawah Presiden seperti saat ini.
Sisi positif Polri dibawah Presiden, kata dia, langkah yang diambil akan lebih cepat karena kedekatan garis komando tersebut, namun hal tersebut juga memiliki sisi lain yang sering dianggap bersifat negatif."Akibat kedekatan garis komando antara Polri dengan Presiden itu, masyarakat menganggap Polri menjadi institusi yang `superbody`. Suara masyarakat seperti ini harus tetap didengarkan," katanya.
Akan tetapi, kata dia, persoalan reformasi Polri sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan penempatan wewenang institusi tersebut dibawah siapa, melainkan jalannya fungsi pengawasan terhadap Polri.Ia mengatakan fungsi pengawasan harus dilakukan secara lebih efisien dan efektif, baik pengawasan secara internal, eksternal, maupun yang dilakukan Kompolnas dalam peran pengawasan fungsional.
"Upaya reformasi di tubuh Polri akan berjalan baik jika fungsi pengawasan terhadap kinerja institusi tersebut dilakukan secara terus-menerus, termasuk memantau perkembangan di masyarakat," katanya.Kompolnas, kata dia, saat ini memang baru ada di pusat sehingga kurang optimal untuk mengawasi kinerja jajaran Polri hingga ke tingkat bawah.
"Untuk mengawasi kinerja jajaran Polri dibutuhkan setidaknya 31 Kompolnas tingkat daerah untuk mengawasi dan memantau hingga ke jajaran kepolisian daerah (Polda), belum lagi di bawahnya," katanya.Selain Kompolnas, kata dia, fungsi pengawasan dapat dilakukan juga secara eksternal melalui "police watch" yang ada di daerah-daerah agar reformasi di tubuh Polri dapat berjalan dengan baik.
"Kalau terkait wacana Polri dibawah Mendagri, kami akan kaji bagaimana sisi positif dan negatifnya terlebih dulu, setelah itu baru kami usulkan kepada Presiden," kata Novel.