REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Mantan Ketua Yayasan Bantuan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI), Munarman, menilai ketidakhadiran Pemimpin Redaksi Playboy Indonesia, Erwin Arnada, dalam memenuhi panggilan eksekusi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sebagai bentuk ketidaktaatan kepada hukum. Apalagi, Erwin menggunakan alasan psikologis untuk tak memenuhi panggilan.
"Maka dari itu kami meminta Erwin untuk taat hukum. Masak Front Pembela Islam (FPI) saja yang diminta taat hukum terus," kata Munarman yang kini menjabat sebagai Ketua DPP FPI Bidang Hukum saat dihubungi Senin (30/8).
Munarman mengatakan, sebaiknya Erwin menghormati keputusan Mahkamah Agung (MA) atas vonis dirinya. Jika tidak, kata dia, ia akan mengerahkan anggota FPI untuk menelusuri keberadaan Erwin. Menurut Munarman, alasan psikologis yang digunakan Erwin untuk menghindari panggilan Kejari Jakarta Selatan tak bisa dibenarkan.
Munarman juga menilai bahwa hukuman yang ditimpakan MA pada Erwin bukan bentuk ancaman terhadap kebebasan pers. "Jangan dihubung-hubungkan dengan kebebasan pers. Ini murni kasus penyebaran pornografi," tukasnya.
Erwin divonis bersalah melanggar kesopanan dan kesusilaan oleh MA, Juli 2009 lalu. Ia dikenai pasal 282 KUHP dengan hukuman penjara selama 2 tahun.
Salinan putusan tersebut diterima Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, 25 Agustus lalu. Menyusul hal tersebut, mereka melayangkan surat panggilan kepada Erwin untuk memenuhi eksekusi secara sukarela pada Senin ini.
Erwin tak memenuhi panggilan ini. Melalui mantan kuasa hukumnya yang melapor ke Kejari Jakarta Selatan, Erwin mengaku masih shock dengan putusan MA terhadap dirinya.