REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Komisi I DPR-RI, Mahfudz Siddiq, tidak terlalu berharap banyak terhadap pertemuan Indonesia dan Malaysia di Kinabalu. Terutama terkait permasalahan penangkapan pegawai Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada pertengahan Agustus lalu.
"Ini pertemuan tahunan, agenda macam-macam, kita tidak bisa berharap terlalu banyak," kata Mahfudz ketika dihubungi Republika, Senin (06/09).
Meskipun begitu, Mahfudz berharap delegasi Indonesia dalam pertemuan itu mampu menegaskan klaim terhadap wilayah-wilayah Indonesia. Sekaligus meminta Malaysia untuk segera menyelesaikan masalah perbatasan itu tanpa terkendala apapun.
Selain itu, Mahfudz juga meminta kepada delegasi Indonesia untuk mengejar hasil investigasi dari tim yang berdasarkan kabar dari Menteri Luar Negeri Malaysia dibentuk untuk menyelidiki penangkapan tujuh nelayan Malaysia dan tiga pegawai KKP.
Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR, TB Hasanudin. "Saya tidak mengharapkan kabar yang bagaimana-bagaimana. Paling gitu-gitu aja," ujarnya. Dia mengharapkan pemerintah menjadwalkan kembali beberapa pertemuan lanjutan dengan Malaysia. Sebab penyelesaian masalah antara Indonesia dan Malaysia tidak bisa selesai dengan hanya pertemuan Kinabalu saja.
Sementara itu, Pakar Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, memprediksi pertemuan Kinabalu tidak akan sesuai dengan janji presiden dalam pidatonya terkait sikap dengan Malaysia. "Presiden bilang ingin masalah perbatasan diselesaikan lebih cepat dan tuntas. Ini tidak mungkin di Kinabalu karena pembahasan batas laut itu panjang. Pasti lama sekali karena Malaysia akan tarik ulur," ujarnya.
Dalam pertemuan itu, Hikmahanto juga menilai, penyelesaian peristiwa penangkapan petugas KKP akan kabur. Sebab Malaysia akan pandai memainkan suasana. Sebelumnya, Malaysia sudah menghembuskan kabar bahwa sering terjadi pemerasan oleh petugas Indonesia di perbatasan. Belum lagi, adanya informasi dari Menteri Luar Negeri Malaysia bahwa penangkapan nelayan oleh petugas KKP ada di wilayah Malaysia, lalu penangkapan petugas KKP memang dilakukan di perairan Indonesia. "Dugaan saya akan dibuat umum saja, tidak mempermasalahkan tanggal 13 Agustus (penangkapan petugas KKP). Terutama sekali malaysia akan bilang kita sama-sama salah," katanya.
Selain itu, lanjut Hikmahanto, Malaysia juga akan menggunakan pidato presiden beberapa waktu yang lalu sebagai alat untuk menekan Indonesia. Sebab dalam pidato itu tidak ada ketegasan sikap dari Indonesia terhadap kesalahan Malaysia. ''Sehingga Malaysia pun enggan untuk meminta maaf dan mengaku salah,'' tebaknya.
Jika hal ini terjadi, kata Hikmahanto, maka permasalahan selanjutnya yang harus dihadapi delegasi Indonesia di pertemuan Kinabalu adalah ketika kembali ke Indonesia. Delegasi itu harus mampu menjelaskan kepada publik Indonesia terhadap kondisi itu.