REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid menegaskan bahwa tak ada niatan untuk mengecilkan peran pers dengan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Ia mengeklaim hubungannya dengan Dewan Pers sebagai mitra kerja juga berlangsung baik dalam hal keberlangsungan media.
"RUU Penyiaran saat ini belum ada, yang beredar saat ini adalah draf yang mungkin muncul dalam beberapa versi dan masih amat dinamis. Sebagai draf tentu penulisannya belum sempurna dan cenderung multitafsir," ujar Meutya lewat keterangannya, Jumat (17/5/2024).
Tahapan penyusunan draf revisi UU Penyiaran disebutnya masih berlangsung di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Komisi I sendiri membuka ruang seluas-luasnya untuk berbagai masukan dari kelompok masyarakat terkait draf revisi undang-undang tersebut.
Di samping itu, Komisi I telah menggelar rapat internal untuk menyepakati pembentukan panitia kerja (Panja) revisi UU Penyiaran. Pihaknya pun dipastikan akan mempelajari masukan dari berbagai kelompok masyarakat.
"Komisi I DPR telah dan akan terus membuka ruang luas bagi berbagai masukan, mendukung diskusi, dan diskursus untuk RUU Penyiaran sebagai bahan masukan pembahasan RUU Penyiaran," ujar Meutya.
Dalam draf revisi UU Penyiaran, berisi 14 Bab dengan jumlah total 149 pasal. Salah satu yang menjadi sorotan adalah Pasal 56 Ayat 2c, yang mengatur pelarangan media untuk menayangkan konten atau siaran eksklusif jurnalisme investigasi