REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Koalisi Masyarakat Sipil mendesak pimpinan DPR dan seluruh fraksi di DPR untuk menghentikan sementara kunjungan anggota DPR ke luar negeri. Mereka juga meminta dilakukan evaluasi terhadap kegiatan kunjungan kerja tersebut agar lebih efektif dan efisien.
"Kami wakil dari masyarakat sipil kecewa. DPR masih bandel juga dalam menggunakan anggarannya," ujar Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Dwipoto Kusumo, dalam konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil, Kamis (16/09).
Menurut Dwipoto, dalam kunjungan ke luar negeri DPR hanya mengeksploitasi uang rakyat untuk kegiatan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Seperti yang diketahui, DPR akan melakukan kunjungan kerja ke Belanda dan Norwegia untuk persiapan pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Holtikultura, serta ke Jepang, Korea Selatan, dan Afrika Selatan untuk RUU Pramuka.
Pola kunjungan kerja ini menurut Dwipoto harus ditolak karena berpotensi korupsi. Karena hampir tidak ada laporan hasil kunjungan kerja itu. "Minus akuntabilitas," katanya.
Kunjungan ke luar negeri bisa dijadikan ajang kerjasama dengan pihak travel, mengingat 40 persen anggota DPR adalah pelaku bisnis. Juga munculnya kompromi politik dari pihak ketiga, seperti tawar menawar RUU atau penggunaan travel cek. Studi banding juga bisa digunakan sebagai kesempatan untuk liburan dengan membawa keluarga.
Melihat potensi penyimpangan itu, Koalisi Masyarakat Sipil meminta transparansi dan akuntabilitas anggota dewan terhadap setiap kunjungan kerja. Baik dari sisi penggunaan anggaran maupun hasil kunjungan kerja. "Mendesak BPK untuk melakukan audit investigasi terhadap penggunaan anggaran plesiran DPR dan berkordinasi dengan penegak hukum bila terjadi potensi kerugian negara," kata Dwipoto.
Masyarakat juga diminta untuk lebih ketat meminta pertanggungjawaban secara moral maupun politik terhadap anggota DPR.
Sementara itu, menurut Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Abdullah Dahlan, menyatakan, kunjungan kerja ke luar negeri bukan merupakan upaya strategis. Seharusnya anggota DPR bisa lebih memberdayakan staf ahli mereka. "Di negara lain, mereka mengirimkan tim khusus dan staf ahli," katanya. Seringnya anggota DPR pergi juga bisa mengganggu proses legislasi.
Kemudian kebiasaan DPR pergi ke luar negeri, juga nanti bisa menjadi preseden tidak baik dalam tata kelola pemerintahan. DPRD dikhawatirkan meniru kegiatan plesir tersebut. Seharusnya, anggaran plesiran yang tidak efisien tersebut bisa dialokasikan ke pos-pos yang lain.